BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa dinasti Bani
Umayyah, penyebaran wilayah Islam sangat pesat.Tidak hanya pada daerah
semenanjung Arab dan Afrika, bahkan merambah ke beberapa Negara Eropa.Andalusia
atau sekarang lebih dikenal dengan Spanyol berhasil menjadi salah satu Negara
Peradaban Islam. Musa bin Nushair, Tharif bin Malik, dan Thariq bin Ziyad di
bawah pimpinan khalifah al-Walid (Dinasti Umayyah), berhasil memasuki Andalusia
pada tahun 711 M. Namun, ekspansi ini terhambat beberapa persoalan politik
dalam kilafah Bani Umayyah, dan penaklukan wilayah kekuasaan Islam pun terhenti
sampai Pegunungan Pyereenia.
Andalusia
atau sekarang dikenal dengan Spanyol adalah salah satu Negara peradaban
Islam.Islam meninggalkan banyak saksi bisu sebagai bukti bahwa Islam pernah
menguasai Negara ini. Berikut penulis akan membahas lebih lanjut tentang Islam
di Andalusia (Spanyol), yang meliputi proses masuk, berkembang dan lenyapnya
Islam dari Andalusia.
BAB
II
KERAJAAN
ISLAM DI ANDALUSIA
A. Periodisasi
Negara Islam di Andalusia (Spanyol)
Sejak pertama kali
berkembang di Spanyol sampai dengan berakhirnya kekuasaan Islam di sana, Islam
tengah memainkan peranan yang sangat besar. Masa ini berlangsung selama hampir
delapan abad (711-1492 M). Era ini dapat dikelompokkan menjadi enam periode,
yaitu:
Pada masa tahap awal
semenjak menjadi wilayah kekuasaan Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali
yang diangkat oleh pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus.Pada periode ini
kondisi social politik Spanyol masih diwarnai perselisihan disebabkan karena
kompleksitas etnis dan golongan, selain itu juga timbul gangguan dari sisa-sisa
musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah pedalaman.Perode
ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138
H/755 M.[2]
2. Periode II
(755-912 M), diperintah oleh amir (gubernur) tetapi tidak tunduk kepada Daulah Abbasiyah di
Baghdad.[3]
Hal ini diungkapkan
Philip K. Hitti dalam bukunya, “Pada tahun 757 H, ia (Abdurrahman Ad-Dakhil)
menghentikan tradisi penyebutan nama khalifah dalam khutbah-khutbah Jum’at.
Meski demikian, ia tidak menetapkan gelar kekhalifahan atas dirinya sendiri.
Dia dan para penerusnya, hingga Abdurrahman III, cukup puas dengan gelar amir, meski sebenarnya memiliki
kekuasaan yang independen.”[4]
Para amir Umayyah di Kordova:
-
Abduurahman
(Ad-Dakhil) bin Muawiyah (138 – 172 H/756 – 788 M).
-
Hisyam bin
Abdurrahman (172 – 180 H/788 – 796 M).
-
Hakam I bin
Hisyam (180 – 206 H/796 – 822 M).
-
Abduurahman II
bin Hakam (206 – 238 H/822 – 852M).
-
Muhammad I bin
Abdurrahman II (238 – 273 H/852 – 886 M).
-
Mundzir bin
Muhammad I (273 – 275 H/886 – 888 M).
-
Abdullah bin
Muhammad I (275 – 300 H/888 – 912 M)
3.
Periode
III (912-1013 M), diperintah Abdurrahman III yang
bergelar Al-Nashir, sampai munculnya Muluk Thawaif (munculnya banyak kota
atau provinsi di bawah pimpinan kepala suku atau raja kecil).[5]
Ketika Abdurrahman III
menaiki tahta khalifah, negara muslim yang luas itu wilayahnya telah berkurang
banyak, yang tersisa hanya Kordova dan sekitarnya. Di masa itu, musuh-musuh
eksternal yang paling berbahaya adalah Dinasti Fatimiyah di Selatan, dan
raja-raja Leon Kristen di Utara. Namun, pelan tapi pasti ia merebut kembali
provinsi-provinsi yang hilang, ia memperluas wilayah taklukannya ke berbagai
penjuru; seperti Ekiya, Elvira, Seville, dan Bobastro berhasil ia duduki. Ia
menjuluki dirinya dengan sebutan ‘Sang Penyelamat Imperium Muslim Andalusia’
karena ia telah membawa Spanyol muslim ke kedudukan lebih tinggi daripada yang
pernah dinikmati sebelumnya, maka dialah yang paling cocok menyandang gelar amirul mu’minin. Masa-masa kekuasaan
Abdurrahman yang cukup panjang sarat dengan beberapa prestasi, diantaranya
yakni perluasan wilayah negara Islam Spanyol, pembaruan dan inovasi dalam
bidang administrasi yang membuktikan kecakapan dan kecerdikannya. Diantara
bukti keberhasilannya adalah pernyataan pada hari Jum’at, 16 Januari 929 M,
bahwa setiap shalat jamaah dan dokumen-dokumen resmi, nama raja yang berkuasa
meski disebut khalifah.[6]Para
khalifah Umayyah di Kordova:
-
‘Abd al-Rahman
III (912 [menjadi khalifah 929]-961).
-
Al-Hakam II
(961-976).
-
Hisyam II
(976-1009, 1010-1013).
-
Muhammad II
(1009-1010).
-
Sulayman
(1009-1010, 1013-1016)
-
‘Abd al-Rahman
IV (1018)
-
‘Abd al-Rahman V
(1023)
-
Muhammad III
(1023-1025)
-
Hisyam III
(1027-1031)
4. Periode IV
(1013-1086 M), Spanyol terpecah menjadi tiga puluh
negara kecil yang dikuasai raja-raja setempat.[7]
Periode ini sudah dimulai setelah kepemimpinan khalifah Hisyam II. Spanyol
hancur terkoyak oleh orang Berber, Arab, Slavia dan Spanyol. Tidak kurang dari
20 negara berumur pendek muncul, beberapa diantaranya seperti : Banu dzu
al-Nun, Banu Hud, namun di antara raja-raja kecil ini pemerintahan terpelajar
Abbadiyah (Banu Abbad 1023-1091) di Seville adalah yang paling kuat.[8]
5. Periode V
(1086-1248 M), dikuasai oleh dinasti Al-Murabbitun dan
Al-Muwahhidun (Al-Muwahhidun akhirnya runtuh dengan kemenangan pihak Kristen di
Las Navas dan Tolosa, dan mereka kembali ke Afrika Utara.[9]
Al-Murabbithun
(1086-1143M), pada mulanya merupakan gerakan
keagamaan di Afrika Utara yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama (kiyai) yang
tinggal di Ribath (sejenis surau)
yang dipimpin oleh guru yang bernama Abdullah bin Yasin. Gerakan Ribath ini
berubah menjadi gerakan militer yang melakukan gerakan ekspansi di bawah
pimpinan Ibnu Ibnu Tasyfin yang berpusat di kota Marrakusy.[10]
Al-Muwahhidun
(1146-1235M), didirikan oleh Ibnu Tumart berasal dari
kawasan Sus di Afrika Utara. Ia menamakan gerkannya dengan Al-Muwahhidun karena
gerakan ini bertujuan untuk menegakkan Tauhid (Ke-Esa-an Allah), menolak segala
bentuk pemahaman antrophormorfisme (tajsim) yang dianut oleh Al-Murabbithun,
karena iyu semangat perjuangan Ibnu Tumart adalah adalah menghancurkan
Murabbithun. Ia berhasil memasuki Spanyol antara tahun 1114-1154M, kota-kota
muslim di Spanyol jatuh ke tangan nya seperti: Kordoba, Almeria dan Granada.
Kekuatan Kristen menyerang ke Eropa dan menggalang kekuatan baru dibawah
pimpinan Alfonso IX setelah dikalahkan oleh Salahuddin, pasukan Kristen
berhasil mengalahkan Al-Muwahhidun dan meninggalkan Spanyol kembali ke Afrika
Utara. Sepeninggal Muwahhidun, Spanyol timbul kembali ejumlah kerajaan kecil,
di antara mereka yang terbesar adalah kekuatan Muhammad Yusuf Ibn Nasr, yang
lebih terkenal dengan “Ibnu Ahmar”, yang berhasil menegakkan sebuah kerajaan
selama kurang lebih dua abad.
6. Periode VI (1248-1492
M),
Islam hanya berkuasa di Granada di bawah Daulah Bani Ahmar, Granada adalah
tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa
kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Kordoba diambil alih oleh Granada pada
masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya
terkenal di seluruh Eropa.
Istana Alhambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian
arsitektur Moor. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Namun kekuasaan Islam ini berhasil pula direbut oleh Raja Ferdinand dan Ratu
Isabella dari pihak Kristen.[11]
B. Proses Masuknya
Islam ke Spanyol
Pada tahun 750M adalah
masa berakhirnya khilafah Bani Umayyah di Damaskus, tumpuk khilafah jatuh ke
tangan Bani Abbasiyyah, dinasti Abbasiyyah mengerahkan seluruh tentaranya untuk
membunuh seluruh keluarga Bani Umayyah tanpa terkecuali. Tidak sedikit keturunan
Umayyah yang terbunuh, namun ada salah seorang keturunan Umayyah yang berhasil
lolos dari tentara Abbasiyyah yaitu Abdurrahman bin Muawiyyah.
Ia mengembara selama
lima tahun di padang pasir. Ia lari dari Irak, mengarungi gurun Syiria, menuju
Palestina, kemudian menyebrangi gurun Sinai ke Mesir, lalu melewati beberapa
wilayah Afrika menuju Andalusia yang telah ditaklukkan nenek moyangnya dari
Dinasti Umayyah. Andalusia paa waktu itu masih sangat kacau, terjadi perang
saudara antara orang Arab Selatan (al-Yamaniyyun)
dan Arab Utara (al-Qaysiyun), yang
tak mau melupakan pertarungan dan dendam lama mereka. Sebagian besar
Al-Qaysiyun adalah pengikut Ahlu Sunnah, sedangkan Al-Yamaniyyun adalah
orang-orang Syiah.Orang Barbar sendiri adalah musuh mereka yang kebanyakan
terdiri dari kaum Khawarij. Pada sisi lain, orang asli Spanyol menanti
saat-saat yang tepat untuk melepaskan diri dari kungkungan mereka. Mereka silih
berganti meduduki pemerintahan selama 23 tahun sebelum munculnya Abdurrahman.[12]
Ketika menginjakkan
kakinya pertama kali di Andalusia serta disambut hangat oleh kaum muslim
Andalusia, karena berhasil meredamkan perang saudara yang terjadi di antara
mereka. Berkat keberhasilannya tersebut, Abdurrahman pun diterima baik di
masyarakat Andalusia.Pada tahun 755M Abdurrahman menetap dan mengembangkan
Andalusia.
Pada tahun 756–788M, ia
membangun kerajaan Islam di Andalusia. Dengan menjadikan Kordoba sebagai
ibukota sekaligus pusat ilmu dan ilmu pengetahuan, pada masanya pula pertanian
dan perdagangan serta kesenian dan penenerapan ilmu lainnya memenuhi kota
Kordoba. Ia berhasil menyatukan berbagai komunitas Muslim yang telah
bermunculan di Andalusia, menyediakan air bagi kota Kordoba yang berasal dari
pegununungan sekitar dengan membangun akuaduk, membangun taman ‘Minhah Rifasah’
sebagai kenangan atas villa di dekat kota Damaskus dulu yang dibangun oleh
kakeknya Hisyam. Dan ia pun mulai membangun masjid Kordoba pada tahun 786M.
Sebagai
perintis kerajaan Islam di Andalusia, Abdurrahman terkenal ramah serta dekat
dengan masyarakatnya.Ia tak pernah memakai pengawal ketika sedang
berjalan-jalan di tengah masyarakatnya. Namun, kesalahan yang sama pun terjadi
di Andalusia seperti yang pernah terjadi di Damaskus, yakni khalifah yang turun
temurun. Hal ini terbukti karena selepas meninggalnya Abdurrahman, yang
menggantikannya adalah putranya bukanlah khalifah yang dipilih oleh kaum Muslim
Andalusia.Kekuasaan turun menurun seperti ini yang juga merupakan salah satu
penyebab runtuhnya kekuatan dan kekuasaan Islam baik di Dinasti Bani Umayyah
maupun Dinasti Bani Abbasiyyah.
C.
Perkembangan
Islam Andalusia
Pemerintahan
Abdurrahman III dan penerusnya, al-Hakam II kemudian dilanjutkan dengan masa
kediktatoran al-Hajib al-Mansur, menandai puncak kejayaan muslim di Barat.
Sebelum dan sesudah periode ini, Spanyol muslim tidak pernah mampu menggenggam
pengaruh politik sebaik ini di Eropa maupun Afrika.[13]
Tak jauh berbeda dengan
Dinasti Umayyah di Damaskus dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad, kekayaan dan
peradaban telah mengubah Cordoba menjadi kota yang sangat gemilang, indah,
kekayaan yang dimiliki melimpah, memiliki mata uang, sehingga menjadikannya
ibukota Bai Umayyah yang paling berbudaya di Eropa dan menjadi satu dari tiga
pusat kebudayaan dunia. Namun, keagungan sejati periode ini terletak dalam
bidang keilmuan, bukan politik atau yang lainnya.
Muslim Spanyol telah
membuka lembaran baru intelektual Islam, bahkan intelektual dunia, Spanyol pada
masa pemerintahan Arab muslim menjadi pusat peradaban tertinggi. Ilmuwan dan pelajar
dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong datang ke Spanyol. Granada,
Cordoba, Seville dan Toledo merupakan tanah air bagi para ilmuwan, pujangga dan
juga prajurit ulung.
Pola pendidikan Islam
di Spanyol terdiri dari: Kuttab
(lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata rapi, memiliki banyak tenaga
pendidik dan juga siswa-siswa) yang mengajarkan berbagai macam disiplin lmu
pengetahuan, seperti fiqh, bahasa dan
sastra, musik dan kesenian.[14]Dan
lembaga pendidikan lainnya yaitu adalah Pendidikan
Tinggi, Universitas Cordoba berdiri megah dan menjadi ikon Spanyol,
memiliki perpustakaan yang menampung empat juta buku yang mencakup berbagai
disiplin ilmu. Selain Universitas Cordoba, juga ada Universitas Seville,
Malaga, dan Granada, pada perguruan tinggi ini diajarkan ilmu kedokteran,
astronomi, teologi, hokum Islam, kimia, dan lain-lain. Namun, secara garis
besar pada perguruan tinggi Spanyol terdapat dua konsentrasi ilmu, yaitu;
Filsafat dan Sains.[15]
Perkembangan Islam
sangat pesat di berbagai bidang, baik dari segi ekonomi, politik, kesenian,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Hal ini tampak seiring dengan munculnya
berbagai ilmuwan Islam yang cakap di bidang-bidang tersebut, antara lain:
- Ibn
Abdur Rabi’ dan Ali Ibn Hazm, merupakan penulis dan pemikir muslim yang telah
menulis 400 buku pada abad ke-11.
- Abu
Walid Ahmad Ibn Zaydun, adalah pujangga muslim Spanyol terbesar.
- Ibn
Khaldun, Ibn al-Khatib, Ubaydullah, al-Bakry, dan Ibnu Hayyan, adalah
tokoh-tokoh sejarah.
- Al-Bakry
dan al-Idrisi, merupakan pakar geografi terbesar Spanyol pada abad ke-11.
- Ibnu
Batuthah, Ibn Jubair, dan al-Masuni, merupakan tokoh-tokoh dalam penjelajahan
dunia.
- Al-Majiliyah
dari Cordoba, al-Zarqali dari Toledo, Ibnu Aflah dari Sville, merupakan
pakar-pakar ilmu perbintangan (ilmu astronomi) yang terkenal.
- Abdullah
ibn Ahmadibn al-Baytar, adalah pakar dalam bidang ilmu tumbuh-tumbuhan.
- Kemajuan
dalam bidang fisika ditandai dengan munculnya sejumlah fisikawan muslim,
diantaranya: al-Zahrawi dan Ibnu Zuhry.
- Sulaiman
ibn Jabirol, Ibnu Bajjah adalah dua filosof besar dan terkenal, banyak karyanya
yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, seperti Tadbir al-Mutawahid.
- Ibnu
Rusyd, yang juga seorang filosof, namun juga besar dalam ilmu kedokteran, al-Kulliyat fiit Thibb merupakan kitab ensiklopedia
kedokteran karyanya.
Selain kemajuan dalam ilmu-ilmu sains
dan filsafat, ilmu-ilmu agama islam pun memilik perkembangan yang pesat, hingga
menjadi cabang-cabang ilmu yang berdiri sendiri, seperti berikut:
- Abdul
Malik ibn Habib, Yahya al-Laits dan Isa ibn Dinar, mereka adalah ahli-ahli fiqh
madzhab Malikiyah.
- Ibnu
Rusyd juga memiliki andil dalam kemajuan ilmu fiqh madzhab ini melalui kitab
yang ditulisnya Bidayatul Mujtahid.
- Ibnu
Hazm dan al-Syatibi, merupakan dua tokoh yang paling berperan dalam melahirkan
karya-karyanya di bidang ushul fiiqh.
- Dalam
bidang tasawuf, Ibnu Masarrah lah yang pertama kali muncul dengan mengembangkan
paham Wahdatul Wujud.
- Al-Baqi’,
Ibn Makhlad, al-Zamakhsary, dan al-Thabari, merupakan ulama-ulama tafsir pada
masa ini
- Peran
wanita pun tidak luput, andil kaum wanita cukup besar dalam kemajuan
intelektual Spanyol, seperti; Nazhun, Zaynab, Hamada, Hafsa, al-Kalayyah,
Safia, dan Maria merupakan wanita Arab Spanyol yang telah menyumbangkan
kemajuan bidang kesusastraan.
- Ayesah
merupakan penyair tersohor masa ini.
- Al-Aruziyah
dari Valecia sebagai tokoh ilmu bahasa dan mahir di bidang retorika.[16]
Keberhasilan Spanyol
dalam meciptakan peradaban dan mengembangkan ilmu pengetahuan tidak luput dari
beberapa faktor pendukung kemajuan, antara lain:[17]
Pertama,Kemajuan
Andalusia sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan
berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti
Abdurrahman I, Abdurrahman II, dan Abdurrahman III.Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin
tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa
lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara
penguasa Bani Umayyah di Andalusia dalam hal ini adalah Muhammad I
(852-886)
dan Al-Hakam II (961-976).
Kedua,Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Iberia.Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi,
disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama
mereka masing-masing.Masyarakat Andalusia merupakan masyarakat majemuk, terdiri
dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya
toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan
kelebihannya masing masing.
Ketiga,Meskipun
ada persaingan yang sengit antara Bani
Abbasiyyah di Baghdad
dan Umayyah di Andalus, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu
berupa peperangan.Sejak abad ke-11 dan seterusnya, banyak
sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur,
sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan, sehingga membawa kesatuan budaya
dunia Islam.
Keempat,Perpecahan
politik pada masa Muluk Thawa'if
dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban.Masa itu, bahkan merupakan
puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Andalusia. Setiap
penguasa di Málaga,
Toledo,
Sevilla,
Granada,
dan lain-lain berusaha menyaingi Kordoba.
Kalau sebelumnya Kordoba merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam
di Iberia, Muluk ath-Thawa'if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru
yang di antaranya justru lebih maju.
D.
Lenyapnya
Islam dari Andalusia
Sebab kemunduran Kekhalifahan Umayyah
Spanyol:
1. Sepeninggal
Hakam II, tidak ada lagi khalifah yang cakap. Khalifah tidak dapat mengatasi
krisis politik dalam negeri yang sedang merajalela. Pada masa Hisyam II, Hijab
al-Manshur justru yang memegang kendali pemerintahan, sekalipun banyak
pencapaian yang dilakukan oleh sang hijab, namun hal ini justru merupakan awal
dari melemahnya otoritas kekhalifahan dan awal dari timbulnya permusuhan
internal.[18]Tidak
jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di
antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan
Muluk ath-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir
di Spanyol jatuh ke tangan Penguasa Katolik di antaranya juga disebabkan
permasalahan ini.
2. Para
penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasisecara
sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan taklukannya dan membiarkan mereka
mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal
tidak ada perlawanan bersenjata.[19]
3. Semenjak
kematian Abdurrahman III, kekuatan Berber dan Slavia tampil sebagai kelompok
terkuat. Beberapa suku saling memperebutkan supremasi kesukuan dan bahkan
berusaha mendirikan sebuah negara kesukuan yang merdeka.[20]
Jadi fanatisme ini sangat besar andilnya dalam kemunduran dan kehancuran
pemerintahan Islam di Spanyol.
4. Pasukan
muslim telah menyita harta milik orang kaya Spanyol dan juga kekayaan para raja
serta pejabat negara. Namun umat Islam tidak mengembangkan harta kekayaan
tersebut secara baik, yang mengakibatkan merosotnya income negara.[21]
5. Tidak
adanya ideologi pemersatu. Kalau di tempat-tempat lain para muallaf
diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, orang-orang Arab
tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad
ke-10, mereka masih memberi istilah 'ibad dan Muwallad
kepada para muallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya,
kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak
perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi
negeri tersebut.[22]
6. Kondisi
ekonomi semakin parah dengan datangnya musim paceklik, sehingga para petani
yang mayoritas budak dimerdekakan tidak mampu membayar beban pajak mereka.[23]
7. Sebab
eksternal yakni serangan kekuatan suku-suku Kristen di wilayah Spanyol utara,
yang bermaksud mengusir kekuatan muslim dan menegakkan kekuasaan mereka
sendiri, mereka berusaha menghancurkan kekuatan muslim dengan membantai umat
Islam Spanyol.[24]
Imperium Islam di
Spanyol tidak didirikan berdasarkan rasa kebangsaan.Militernya terdiri dari
suku Berber dan orang Spanyol yang sebagian memeluk Kristen, mereka memandang
bangsa Arab sebagai orang asing atau kaum pendatang.Maka dari itu, keberadaan
pemerintahan Arab di Spanyol tidak berhasil menegakkan ikatan kebangsaan di
tengah-tengah keragaman ras dan suku.Al-Andalus bagaikan terpencil dari dunia
Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa
mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan
alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.Akibatnya Imperium
ini terpecah menjadi sejumlah kelompok yang saling bertentangan sehingga
mempercepat kehancuran pemerintahan muslim di Spanyol.
BAB
III
PENUTUP
Penaklukan Andalusia
(Spanyol) pada masa Bani Umayyah di Damaskus
tahun 711 M oleh tiga pejuang Islam Musa bin Nushair, Tharif bin Malik,
dan Thariq bin Ziyad di bawah pimpinan khalifah al-Walid, serta kemudian
dibangun menjadi sebuah negara Islam oleh Abdurrahman bin Muawiyah/Ad-Dakhil
(pendatang) pada tahun 755 M, telah mendatangkan pengaruh besar terhadap
perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan Islam.
Keagungan peradaban
Spanyol terletak pada bidang keilmuan, bukanlah politik.Dalam bidang keilmuan
Islam misalnya, pada periode ini telah menjadi cabang-cabang ilmu sendiri,
seperti ilmu ushul fiqh, hadits, dan studi madzhab.Hal ini ditandai dengan
lahirnya karya-karya para ilmuawan tersebut dibidang-bidang terkait.Tidak hanya
seputar keilmuan Islam, ilmu pengetahuan, sains dan filsafat pun berkembang
pesat, seperti ilmu fisika, ilmu kedokteran, ilmu astronomi, sastra, geografi
dan sebagainya.Peradaban Islam di Spanyol telah melahirkan ilmuwan-ilmuwan
muslim yang cerdas dan kompeten di bidangnya, antara lain seperti Ibnu Rusyd,
Ibnu Hayyan, Ibnu baythar, Ayesah, Ziryab dan lain sebagainya.
Spanyol berhasil
dikuasai Islam selama kurang lebih delapan abad, namun harus berakhir karena
ke-egoan paham agama telah merusak tatanan kehidupan Islam, ditambah lagi dengan
keberhasilan bangsa kristiani mengalahakan Islam dan mengakibatkan tenggelamnya
daerah ini beberapa dasawarsa dari peradaban dunia.
[1]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana, 2007), hal. 95.
[2]K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pra Modern), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000),
hal. 301.
[3]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 95.
[4]Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta, 2010), hal. 646.
[5]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 95.
[6]Philip K. Hitti, History of…, hal. 661-666.
[7]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 95.
[8]Philip K. Hitti, History of…, hal. 679-684.
[9]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 95.
[10]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 313.
[11]Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,
Jilid II (Jakarta: UI Press, 1985), hal. 62.
[12]Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta:
Al-Kautsar, 2008), hal. 362
[13]Philip K. Hitti, History of…, hal. 668-669.
[14]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 263.
[15]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 99-101.
[16]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 319-323.
[17]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 323-324.
[18]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 317.
[19]Philip K. Hitti, History of…, hal. 655.
[20]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 318.
[21]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 318.
[22]Philip K. Hitti, History of…, hal. 649-650.
[23]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 318.
[24]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 318-319.
Islam yang terbaik
BalasHapus