BAB I
PENDAHULUAN
Progressivisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia
itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang
menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme
mengakui dan berusaha mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas,
terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup
manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya.
Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang
bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman
sekarang.
Progresivisme
yang lahir sekitar abad ke-20 merupakan filsafat yang bermuara pada aliran
filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John
Dewey (1859- 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup praktis.
Filsafat
progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme dimana telah
memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya
untuk tetap berpetualang/ menghadapi terhadap semua tantangan, harus pragmatis
memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Makalah
ini akan membahas mengenai fisafat pendidikan progresivisme dari segi definisi,
tokoh-tokoh filosof pendidikan progresivisme, dan konsep aliran ini mengenai
realita dan kenyataan.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Aliran Progresivisme
Progresivisme
adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin
tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya
memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Progravisme mempunyai konsep yang
didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.[1] Oleh
karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen progrevisme, maka
beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan
bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat, antropologi,
psikologi dan ilmu alam.
Aliran
progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam
semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua
tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi
keagungannya.
Progresivisme
dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan
intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk
mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran
tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen yang merupakan untuk
menguji kebenaran suatu teori. Progressivisme
dinamakan environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan
hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Aliran
progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang meliputi:
Ilmu Hayat, bahwa manusia untuk mengetahui kehidupan semua masalah. Antropologi
yaitu bahwa manusia mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian
dapat mencari hal baru. Psikologi yaitu manusia akan berpikir tentang dirinya
sendiri, lingkungan, dan pengalaman-pengalamannya, sifat-sifat alam, dapat
menguasai dan mengaturnya.[2]
Filsafat
progressivisme telah memberikan kontribusi yang besar di dunia pendidikan, dimana
telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik.
Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berfikir, guna
mengembangakan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Berdasarkan
pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat progressivisme
bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai
generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
B. Tokoh-tokoh Progresivisme
Progressivisme
merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar abad ke-20.
John S. Brubaeher, mengatakan bahwa filsafat progressivisme bermuara pada
aliran filsafat pragmatisme yang di perkenalkan oleh William James (1842-1910)
dan John Dewey (1885 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup
praktis. Didalam banyak hal progressivisme identik dengan pragmatisme. Oleh
karena itu apabila orang menyebut pragmatisme, maka berarti sama dengan.
Filsafat
progressivisme sama dengan pragmatisme. Pertama, filsafat progressivisme atau
pragmatisme ini merupakan perwujudan dan ide asal wataknya. Artinya filsafat
progresivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme di mana telah
memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya
untuk terus survive (mempertahankan hidupnya) terhadap semua tantangan, dan
pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Oleh
karena itu filsafat progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak
absolutisme dan otoriterisme dalam segala bentuknya. Filsafat pendidikan Progresivisme dikembangkan
oleh para ahli pendidikan seperti: John Dewey, William Kilpatrick, George
Count, dan Harold Rugg diawal abad 20. Progresvisme merupakan pendidikan yang
berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas,
aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga
pengalaman teman sebaya. Berikut penjelasan menurut para tokoh:[3]
1. William
James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
Seorang psychologist dan seorang filosuf Amerika
yang sangat terkenal. Paham dan ajarannya demikian pula kepribadiannya sangat
berpengaruh diberbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia sangat
terkenal dikalangan umum Amerika sebagai penulis yang sangat brilian, dosen
serta penceramah dibidang filsafat, juga terkenal sebagai pendiri Pragmatisme.
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia
menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari
mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk
membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas
dasar ilmu perilaku. Buku karangannya yang berjudul Principles of Psychology
yang terbit tahun 1890 yang membahas dan mengembangkan ide-ide tersebut, dengan
cepat menjadi buku klasik dalam bidang itu, hal inilah yang mengantar William
James terkenal sebagai ahli filsafat Pragmatisme dan Empirisme radikal.
2. John
Dewey (1859 – 1952)
John Dewey adalah seorang profesor di universitas
Chicago dan Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah
“Progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada
mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Child Centered Curiculum”, dan
“Child Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding
masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya “My
Pedagogical Creed”, bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan
persiapan masa yang akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak
berpartisipasi dalam kegiatan fisik, baru peminatan.
Salah seorang bapak pendiri filsafat pragmatisme.
Dewey mengembangkan pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil, tapi meskipun
demikian, namanya sering pula dihubungkan terutama sekali dengan versi
pemikiran yang disebut instrumentalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama,
berkisar dalam hubungan dengan problema pendidikan yang konkrit, baik teori
maupun praktek. Dan reputasi (nama baik) internasionalnya terletak dalam
sumbangan pikirannya terhadap filsafat pendidikan Prugressivisme Amerika. Dewey
tidak hanya berpengaruh dalam kalangan ahli filsafat profesional, akan tetapi
juga karena perkembangan idenya yang fundamental dalam bidang ekonomi, hukum,
antropologi, teori politik dan ilmu jiwa. Dia adalah juru bicara yang sangat
terkenal di Amerika Serikat dari cara-cara kehidupan demokratis.
Pada tahun 1875, Dewey masuk kuliah di University of
Vermont dengan spesifikasi bidang filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Setelah tamat,
ia mengajar sastra klasik, sains, dan aljabar di sebuah sekolah menengah atas
di Oil City, Pensylvania tahun 1879-1881. Bersama gurunya, H.A.P. Torrey, Dewey
juga menjadi tutor pribadi di bidang filsafat. Selain itu, Dewey juga belajar
logika kepada Charles S. Pierce dan C.S. Hall, salah seorang psikolog
eksperimental Amerika. Selanjutnya, Dewey melanjutkan studinya dan meraih gelar
doktor dari John Hopkins University tahun 1884 dengan disertasi tentang
filsafat Kant.
Dewey kemudian mengajar di University of Michigan (1884-1894), menjadi kepala jurusan filsafat, psikologi dan pendidikan di University of Chicago tahun 1894. Pada tahun 1899, Dewey menulis buku The School and Society, yang memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan anak. Dewey banyak menulis masalah-masalah sosial dan mengkritik konfrontasi demokrasi Amerika, ikut serta dalam aktifitas organisasi sosial dan membantu mendirikan sekolah baru bagi Social Reseach tahun 1919 di New York.
Dewey kemudian mengajar di University of Michigan (1884-1894), menjadi kepala jurusan filsafat, psikologi dan pendidikan di University of Chicago tahun 1894. Pada tahun 1899, Dewey menulis buku The School and Society, yang memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan anak. Dewey banyak menulis masalah-masalah sosial dan mengkritik konfrontasi demokrasi Amerika, ikut serta dalam aktifitas organisasi sosial dan membantu mendirikan sekolah baru bagi Social Reseach tahun 1919 di New York.
Sebagian besar kehidupan Dewey dihabiskan dalam
dunia pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan yang disinggahi Dewey adalah
University of Michigan, University of Colombia dan University of Chicago. Tahun
1894 Dewey memperoleh gelar Professor of Philosophy dari Chicago University.
Dewey akhirnya meninggal dunia tanggal 1 Juni 1952 di New York dengan
meninggalkan tidak kurang dari 700 artikel dan 42 buku dalam bidang filsafat,
pendidikan, seni, sains, politik dan pembaharuan sosial.
Diantara karya-karya Dewey yang dianggap penting
adalah Freedom and Cultural, Art and Experience, The Quest of Certainty Human
Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925), dan yang paling
fenomenal Democracy and Education (1916).
Gagasan filosofis Dewey yang terutama adalah problem
pendidikan yang kongkrit, baik yang bersifat teoritis maupun praktis.
Reputasinya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam filsafat pendidikan
progresif di Amerika. Pengaruh Dewey di kalangan ahli filsafat pendidikan dan
filsafat umumnya tentu sangat besar. Namun demikian, Dewey juga memiliki
sumbangan di bidang ekonomi, hukum, antropologi, politik serta ilmu jiwa.
3. Hans
Vaihinger (1852 – 1933)
Menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian
dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir
ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian
di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian
itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu
saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
4. Georges
Santayana
Georges digolongkan pada penganut pragmatisme ini.
Tapi amat sukar untuk memberikan sifat bagi hasil pemikiran mereka, karena amat
banyak pengaruh yang bertentangan dengan apa yang dialaminya.
Nilai-nilai
yang dianut bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan, sebagaimana
dikembangkan oleh lmanuel Kant, salah seorang penyumbang pemikir pragmatisme-progresivisme
yang meletakkan dasar dengan penghormatan yang bebas atas martabat manusia dan
martabat pribadi. Dengan demikian filsafat progresivisme menjunjung tinggi hak
asasi individu dan menjunjung tinggi akan nilai demokratis.
C. Konsep Progresivisme
tentang Realita dan Kenyataan
Progresivisme
berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme
bersifat dinamis dan temporal; menyala, tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus
karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang
telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk; mempertinggi taraf
kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
1. Pandangan
secara Ontologi[4]
Adanya
kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas, sebab kenyataan alam semesta
adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian
manusia atas segala sesuatu, pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan,
kegembiraan, keindahan dan lain-lain adalah realita manusia hidup sampai mati,
Pengalaman adalah suatu sumber evolusi, yang berarti perkembangan, maju setapak
demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit
(proses perkembangan yang lama).
Pengalaman
adalah perjuangan, sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-perubahan. Manusia
akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan
berani bertindak.
2. Pandangan
secara Epistemologi[5]
Pengetahuan
adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses, kekuasaan yang terakumulasi
dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi pengalaman. Pengetahuan diperoleh
manusia baik seeara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala
realita dalam lingkun hidupnya, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui
catatan (buku-buku, kepustakaan). Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu.
Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman
kita dalam praktek, maka makin besar persiapan menghadapi tuntutan masa depan.
Pengetahuan harus disesuaikan dimodifikasi dengan realita baru di dalam
lingkungan. Kebenaran dan kemampuan suatu ide memecahkan masalah, kebenaran
adalah (sekuen dan pada sesuatu ide, realita pengetahuan dan daya guna.
3. Pandangan
secara Aksiologi[6]
Nilai
timbul karena manusia mempunyai bahasa, dengan demikian adanya pergaulan.
Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi
yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan dari
individu-individu. Nilai itu benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan
adalah menunjukkan kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam
pergaulan manusia.
Filsafat
progresivisme yang memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan sesuai
dengan fitrah kejadiannya, yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah
mempengaruhi pendidikan, di mana dengan pembaharuan-pembaharuan pendidikan
telah dapat mempengaruhi manusia untuk maju (progress). Sehingga semakin tinggi
tingkat berpikirnya manusia maka semakin tinggi pula tingkat budaya dan
peradaban manusia. Hasilnya, anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang
sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang komplek dan maju.
BAB III
PENUTUP
Progressivisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia
itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang
menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme
mengakui dan berusaha mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas,
terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup
manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya.
Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang
bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman
sekarang.
Progresivisme adalah
suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di
masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada
guru atau bidang muatan. Tokoh-tokoh filsafat progresivieme antara lain: John
Dewey, William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg.
Progresivisme
berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme
bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus
karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang
telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf
kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasbullah
Bakry, Sitematik Filsafat, Yogyakarta: Widjaya, 1970
Imam
Barnadib, Filsafat Pendidikan Sistem & Metode, Cet.9,
Yogyakarta: Penerbit Andi, 1997
Jalaluddin
dan Abdullah, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan,
Cet. III, Jakarta: Arruz Media, 2010
Lisman,
dkk, Pengantar Pendidikan, Grasindo, 1992
Uyah
Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Alfabet, 2004
[1]Imam Barnadib, Filsafat
Pendidikan Sistem & Metode, Cet.9, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 1997),
hal. 28
[2] Jalaluddin dan Abdullah, Filsafat
Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Cet. III, (Jakarta: Arruz
Media, 2010), hal. 84
[3]
Uyah Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Alfabet, 2004),
hal. 57
[4]
Hasbullah Bakry, Sitematik Filsafat, (Yogyakarta: Widjaya, 1970), hal.
46
[5] Lisman, dkk, Pengantar
Pendidikan (Grasindo, 1992), hal. 56
[6]
http://wahyudisy.blogspot.com/2008/01/aliran-progresivisme-aliran.html,
diunduh tangga 10 Juni 2015, pukul 12.45 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar