Jumat, 18 September 2015

Makalah "Sejarah Lahirnya Aliran Murjiah"

BAB IPENDAHULUAN

  1. Latar Belakang        

Setelah wafat nya Nabi Muhammad Saw, dalam ajaran islam banyak ditemukan aliran- aliran dan teologi-teologi. jika sebelumnya semua masalah dikembalikan pada beliau, maka setelah Nabi wafat Al-Qur’ān  dan hadith menjadi pegangan. Namun, masalah semakin komplit dan Al-Qur’ān  masih sangat universal. Interpretasipun dilakukan dan menjadi pegangan. Sebagai hasil sebuah pemikiran, lahirlah berbagai perbedaan dari rujukan yang sama.

Aliran murji’ah merupakan salah satu aliran teologi islam yang muncul pada abad pertama hijriah. Pendirinya tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi menurut Syahristani dalam bukunya bahwa orang pertama yang membawa paham ini adalah Gailan ad-Dimasyqi.[1]

Sebagaimana halnya dengan kaum khawarij dan syiʻah, murji’ah pada mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan politik. Dalam suasana konflik yang ditimbulkan oleh kaum khawarij dan syiʻah itulah muncul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral yang tidak mau terlibat dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi diketika itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang-orang yang bertentangan itu kepada Tuhan. Bagi kaum murji’ah mereka yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar, mereka tidak menyalahkan siapa yang benar dan siapa yang salah, mereka lebih menyerahkan semua urusan kepada Allah Swt, untuk mengampuni atau tidak mengampuninya pada hari kiamat kelak.[2]

 Keberadaan murji’ah banyak yang belum diketahui, tidak seperti khawarij, syiʻah dan aliran lain. Keberadaanya sudah lama tenggelam seiring perkembangan Islam. Pencetus dan pengikut murji’ah ekstrim mungkin harus bertanggung jawab atas semuanya. Karena merekalah yang membuat murji’ah terkesan negatif dan ditinggalkan pada masa-masa selanjutnya. Namun, ajaran-ajarannya yang moderat masih banyak  ditemukan walau tidak dalam murji’ah formal sebagai sebuah aliran.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa pembahasan di atas, maka di dalam makalah ini ada beberapa pertanyaan yang dapat dirumuskan:
1.      Bagaimana latar belakang sejarah timbulnya murji’ah?
2.      Apakah aliran-aliran dan pokok pemikiran murji’ah?
3.      Bagaimana pengaruh murji’ah?

  1. Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mengetahui latar belakang sejarah timbulnya murji’ah.
2.      Untuk mengetahui aliran-aliran dan pokok pemikian murji’ah.
3.      Mengetahui pengaruh murji’ah.

  1. Metode Penulisan

Makalah ini disusun dengan berpedoman pada buku panduan penulisan Thesis dan Disertasi yang diterbitkan oleh program pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh tahun 2013.



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kelahiran Murjiah

Kata murji’ah berasal dari kata Arab arja’a yang artinya bisa bermacam-macam yaitu:

1.      Menunda (menangguhkan),
2.      Memberi harapan
3.      Mengesampingkan.

Murji’ah dalam arti menunda (menangguhkan) maksudnya adalah bahwa dalam menghadapi sahabat-sahabat yang bertentangan, mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa yang bersalah, tetapi mereka menunda dan menangguhkan penyelesaian persoalan tersebut di hari akhirat kelak di hadapan Allah Swt.

Murji’ah  dengan arti memberi harapan, maksudnya adalah bahwa orang-orang islam yang berbuat dosa besar tidak menyebabkan mereka menjadi kafir. Mereka tetap mukmin dan tetap mendapatkan rahmat Allah meskipun mereka harus masuk lebih dahulu dalam neraka karena perbuatan dosanya. Namun murji’ah diberikan untuk golongan ini karena mereka memberi pengharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.

Sedangkan murji’ah dalam pengertian mengesampingkan maksudnya adalah bahwa golongan ini menganggap yang penting dan di utamakan adalah iman, sedangkan amal perbuatan hanya merupakan soal kedua, yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang adalah imannya bukan perbuatannya. Dengan demikian, iman lebih penting dibandinkan perbuatan, sedangkan perbuatan dikesampingkan.[3]

 Aliran ini di sebut murji’ah karena menunda penyelesaian permasalahan antara Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyyah Ibn Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti. Aliran ini menyatakan bahwa orang yang berdosa tetap mukmin selama masih beriman kepada Allah SWT dan Rasul Nya. Sedangkan orang yang melakukan dosa besar, orang tersebut di akhirat baru ditentukan hukuman nya.

Aliran ini muncul dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khilafah (kekhalifahan). Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, umat islam pada masa itu terpecah kedalam tiga kelompok yaitu golongan Khawarij, Syiʻah dan Muawiyah. Dalam merebut kekuasaan, kelompok muawiyyah membentuk Dinasti Umayyah. Syiʻah dan Khawarij sama-sama menentang kekuasaannya. Syiʻah menentang Muawiyyah karena menuduh Muawiyyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung muawiyyah karena ia dinilai menyimpang dari ajaran islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebutlah terjadi saling mengkafirkan, sampai akhirnya muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi golongan Murji’ah.[4]

Seperti arti dari murji’ah yang ketiga adalah mengesampingkan, jadi golongan murji’ah berpendapat bahwa yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Walaupun seseorang telah melakukan dosa besar, selama masih meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusanNya, maka ia tetap dianggap mukmin bukan kafir, adapun mengenai dosa yang dilakukannya terserah Allah akan diampuni atau tidak, pendapat ini menjadi doktrin ajaran murjiah, dan pendapat ini berlawanan dengan pendapat kaum khawarij yang menyatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir.
              
Pendapat yang seperti ini dapat disimpulkan bahwa yang terpenting dan yang paling diutamakan bagi golongan murji’ah adalah iman, sedangkan perbuatan merupakan soal kedua. Jadi, yang menentukan seseorang itu mukmin atau kafir adalah kepercayaan atau keimanannya saja, dan bukan perbuatan dan amalannya. Akibat dari pendapat yang demikian yang menganggap bahwa perbuatan itu tidak penting membawa golongan murjiah ini kedalam beberapa paham-paham yang ekstrim.

B. Aliran-alian dalam Murji’ah dan Pemikirannya

Dalam perjalanan sejarahnya, aliran ini terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Golongan moderat ini adalah yang berpegang pada pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya, tokoh-tokoh nya adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu yusuf dan beberapa ahli hadist. Kelompok moderat adalah kelompok yang tetap teguh berpegang pada doktrin murji’ah yang telah dijelaskan diatas[5]. Sedangkan golongan ekstrim terbagi kedalam beberapa kelompok diantaranya adalah:

1.      Yunusiyyah
Yunusiyyah adalah kelompok yang dipelopori oleh Yunus ibn ‘Aun an-Numairi. Menurut kelompok ini iman adalah mengenal Allah dengan mentaati semua perintahNya dan menyerahkan segala urusan kepada Allah dan mencintai Allah dengan sepenuh hati, bersikap rendah hati dan tidak kufur. Sedangkan kufur adalah kebalikan dari itu. Iblis dikatakan kafir bukan karena  tidak percaya kepada Allah Swt, melainkan karena ketakaburannya kepada Allah. Sebagaimana fiman Allah Swt.
ابى واستكبر و كان من الكافرين
Artinya: … ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Q.S. Al-Baqarah 34).
            Menurut Yunus barang siapa yang menanamkan rasa kepatuhan hanya kepada Allah semata dan mencintai Allah dengan sepenuh hati, sekalipun ia melakukan maksiat, tidaklah hal itu mengurangi nilai iman dan keikhlasannya kepada Allah, karena mereka meyakini bahwa perbuatan jahat dan maksiat tidak merusak iman seseorang[6].

            Dari uraian diatas kita telah mengetahui bahwa menurut kelompok ini selama seseorang itu masih mencintai Allah dengan sepenuh hati, walaupun berbuat maksiat tetap akan masuk surga, karena yang menyebabkan seseorang itu masuk surga adalah keiklasan dan kecintaan nya kepada Allah.

2.      ‘Ubaidiyyah
            Kelompok ini dipelopori oleh Ubaid al-Muktaib, menurut dia semua dosa selain syirik pasti akan diampuni. Apabila ada yang meninggal sebagai seorang yang mengesakan (muwahhid), katanya tidak ada dosa yang telah ia lakukan atau kejahatan yang telah ia kerjakan akan menghancurkannya. [7]
                        
            Jadi dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok ‘ubaidiyah ini berpendapat hampir sama dengan  pendapat Yunusiyyah. Akan tetapi mereka mempunyai pendapat yang lain yang bahwa seseorang yang meninggal dalam keadaan masih memiliki ketauhidan tidak akan merugikannya, karena perbuatan jahat tidak merusak iman. Begitupun sebaliknya perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang kafir tidak akan memperbaiki posisi orang kafir.
                            
3.      Ghassaniyyah
            Kelompok Al- Ghassaniyyah adalah mereka yang mengikuti ajaran Ghassan Al-Kafi. Menurut Ghassan, iman adalah pengetahuan ( ma’rifat) kepada Allah dan Rasul. Jika seseorang mengatakan, saya tahu bahwa Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini, orang yang demikian tetap mukmin dan bukan kafir. Dan jika seseorang mengatakan, saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah tetapi saya tidak tau apakah Ka’bah di india atau tempat lain, orang demikian juga tetap mukmin. Artinya keyakinan-kayakinan seperti itu berada diluar persoalan keimanan, tidak ada hubungannya dengan iman. Jadi orang tersebut pada dasarnya tidak meragukan hal-hal tadi, karena setiap orang yang berakal pasti tidak meragukan dimana ka’bah dan pasti tahu perbedaan antara kambing dan babi.[8]

4.      Tsaubaniyyah
            Tsaubaniyyah dipelopori oleh Abu Tsauban  yang berpendapat bahwa iman adalah pengenalan dan pengakuan lidah kepada Allah, mereka juga menambahkan bahwa yang termasuk iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajib dikerjakan. Singkatnya kelompok ini mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui akal sebelum datangnya syari’at.
            Golongan ini juga berpendapat bahwa jika Allah mengampuni seorang pendosa pada hari kiamat, Ia akan mengampuni setiap pendosa yang beriman yang berada pada posisi yang sama. sekali lagi, jika Ia mengeluarkan seseorang dari neraka, Ia juga akan mengeluarkan setiap orang lainnya yang berada pada posisi yang sama.[9]

5.      Shalihiyyah
            Shalihiyyah diambil dari nama tokohnya Shalih ibn Umar Al-Shalihi. Menurut paham ini, iman adalah semata-mata pengenalan kepada Allah sebagai sang pencipta, sedangkan kekafiran adalah ketidaktahuan terhadap Allah, menurutnya shalat bukan ibadah, kecuali dari orang yang beriman kepada-Nya, karena ia telah mengenal-Nya. Iman meliputi pengenalan akan Allah. Ini merupakan kualitas yang tidak terbagi, yang tidak bertambah dan berkurang, demikian juga kekafiran merupakan kualitas yang tidak terbagi, yang tidak bertambah dan tidak berkurang[10].

6.      Marisiyyah
            Marisiyyah dipelopori oleh Bisyar Al- Marisy. Paham ini meyakini iman adalah selain meyakini dalam hati bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu Rasul-Nya juga harus di ucapkan secara lisan, maka tidak dikatakan iman jika tidak diyakini dalam hati dan di ucapkan secara lisan.

7.      Karamiyyah
            Karamiyyah, di rintis oleh Muhammad bin Karram yang mempunyai pendapat bahwa iman adalah pengakuan secara lisan dan kufur adalah pengingkaran secara lisan. Mukmin dan kafirnya seseorang dapat diketahui melalui pengakuannya secara lisan[11].

            Sebagai aliran yang berdiri sendiri, kelompok Murji’ah ekstrem sudah tidak didapati lagi sekarang, walaupun demikian, ajaran-ajarannya dan pengaruh-pengaruhnya masih didapati pada sebagian umat Islam. Adapun ajaran-ajaran dari kelompok Murjiah moderat, terutama mengenai pelaku dosa besar serta pengertian iman dan kufur, menjadi ajaran yang umum disepakati oleh umat Islam.

C.    Pengaruh Aliran Murji’ah

            Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa paham Murjiah banyak yang tidak ditemukan lagi sebagaimana aliran lain. Bahkan keberadaannya seakan hilang ditelan masa dan hanya tinggal sejarah. Namun praktik-praktik ajarannya masih banyak kita temukan dikalangan masyarakat dewasa ini. Hanya saja tidak dinamakan lagi dengan aliran murji’ah, tetapi dinamakan dengan aliran lain. Walaupun hal ini tidak bisa dipastikan sebagai pengaruh ajaranya, karena tidak mungkin sesuatu yang tidak saling berinteraksi akan saling mempengaruhi. Namun apa yang tampak tetap tidak bisa dipungkiri sebagai pengaruh dari ajaran Murji’ah.

            Diantara pengaruh-pengaruh yang masih berkembang dewasa ini adalah:

1.      Taklid
      Menjadi hal yang biasa ketika ada anak yang lahir dari orang tua muslim juga dikatakan seorang muslim. Padahal mereka belum tahu tentang apa itu Islam bahkan kadang sampai masa dewasanya. Khususnya mereka yang dari kecil sangat sedikit mengenyam pendidikan keagamaan. Mereka Islam hanya ikut-ikutan atau bisa dibilang turunan. Ketika ditanya tentang agama, mereka begitu antusias menjawab “Islam” bahkan ada yang memberi embel-embel Ahlu Sunnah Wa Jama’ah tanpa lebih dulu tau akan semuanya. Pada hal dalam aliran Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah sendiri tidak diperbolehkan taklid dalam akidah. Kebolehan taklid dalam akidah hanya ditemukan dalam ajaran murji’ah sebagaimana sebagian pendapat di atas. Secara tidak sadar sebenarnya mereka bukan Ahlu Sunnah Wa Jama’ah.

2.      Penundaan dan penangguhan
Menunda - nunda baik dalam urusan dunia maupun akhirat sudah menjadi kebiasaan dan hal yang lumrah dan masyarakat sekarang ini. Dalam hal pekerjaan, menunda menyelesaikan sebuah tugas sudah menjadi biasa. Apalagi dalam hal taubat, begitu banyak dosa dan maksiat yang dilakukan dan menunggu masa tua untuk bertaubat.
3.      Iman dan Kufur
Sudah diketahui sebelumnya bahwa termasuk salah satu ajaran Murji’ah adalah tidak berpengaruhnya amal akan keimanan seseorang. Meskipun mereka yang beriman tidak menjalankan syari’at bahkan menentangnya, mereka tetap tidak kufur dan bisa masuk surga. Hal ini sudah menjadi pegangan masyarakat dan dalih mereka ketika melakukan dosa atau bahkan menentang agama. Tidak ada yang berhak memberikan hukuman atau menentukan iman dan tidak imannya seseorang selain Tuhan sendiri. Dan mereka tetap memiliki bagian di surga dengan secuil iman meskipun tanpa amal sebagai penghargaan.

4.      Pengampunan Tuhan
Di zaman sekarang, banyak ditemukan orang yang berlebihan dan keterlaluan khususnya dalam maksiat. Bahkan mereka tidak merasa bahwa apa yang dikerjakan adalah dosa. Mereka terlalu berlebihan memahami sifat Ghaffar-Nya Allah atau bisa saja dibilang salah paham. Mereka yang bergelut dengan maksiat ketika ditanya tentang apa yang dilakukannya, akan menjawab bahwa pengampunan Allah begitu luas dan tidak terbatas. Hal ini bisa saja merupakan pengaruh Murji’ah ekstrem yang mewajibkan pengampunan Allah terhadap segala dosa dengan konsep penangguhannya.[12]


D.    Analisis Penulis
Aliran murji’ah muncul dalam suasana pertentangan antara muawiyah  Ali, dan golongan Khawarij. Dan  aliran murji’ah ini merupakan aliran teologi yang meyakini bahwa amalan tidak mempengaruhi imannya, sehingga banyak orang menyatakan bahwa yang penting adalah hatinya dalam berbuat kemaksiatan seakan-akan perbuatan tersebut tidak mempengaruhi keimanan dihatinya. Membuka pintu untuk orang-orang  jahat melakukan kerusakan dalam agama dan tidak merasa terikat dengan perintah dan larangan syari’at. Sehingga akan memperbesar kerusakan dan kemaksiatan dimasyarakat muslimin. Bahkan bukan tidak mungkin membuat mereka melakukan kekufuran dan kesyirikan dengan beralasan itu adalah amalan dan tidak merasa imannya berkurang dan hilang.
 Aliran-aliran dan paham-paham murji’ah masih banyak terdapat dikalangan masyarakat kita dewasa ini, walaupun kebanyakan dari kita tidak menyadarinya karena kurang nya pemahaman bagaimana yang dikatakan dengan aliran murji’ah itu sebenarnya. Contohnya seperti yang terdapat dalam aliran murji’ah ekstrim yaitu dalam paham yang dipelopori oleh Ghassaniyah, yang mengatakan tentang “ saya tahu bahwa Allah telah mengharamkan memakan daging babi, tetapi saya tidak tahu apakah daging babi yang diharamkan oleh Allah itu adalah kambing atau sesuatu yang lain. Kalimat-kalimat yang serupa ini masih banyak terdengar dikalangan masyarakat sekarang, padahal perkataan seperti ini tergolong kedalam murji’ah yang ekstrim. Dan kita tahu pasti bahwa seseorang yang berakal pasti bisa membedakan yang mana kambing dan yang mana babi.
Contoh-contoh yang lain juga telah penulis uraikan dalam pembahasan di atas, pada pengaruh aliran murji’ah seperti taklid, penundaan dan penangguhan, iman dan kufur dan pengampunan tuhan.
  Jadi menurut penulis untuk mengubah pemikiran-pemikiran yang ekstrim seperti itu, kita harus kembali merujuk kepada sumber dasar agama kita yaitu  Al-Qur’ān  dan hadith. Agar terhindar dari pemikiran-pemikiran yang menyimpang.




BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan diatas bahwa aliran Murji’ah yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman, berarti dia tetap mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak. Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal yang dilakukan oleh aliran khawarij.
Aliran murji’ah terpecah menjadi dua kelompok yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrim. Kelompok ekstrem terbagi lagi kedalam beberapa kelompok, diantaranya:
1.      Yunusiyyah
2.      Ubaidiyyah
3.      Ghassaniyyah
4.      Tsaubaniyyah
5.      Shalihiyyah
6.      Marisiyyah
7.      Karamiyyah
            Pengaruh aliran murji’ah masih sangat banyak kita temukan dikalangan masyarakat dewasa ini, tetapi tidak dinamakan dengan aliran murji’ah lagi, diantaranya pengaruh-pengaruhnya adalah sebagai berikut:
1.      Taklid
2.      Penundaan dan penangguhan
3.      Iman dan kufur
4.      Pengampunan Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Asy- Syahrastani,  Al-Milal Wa Al-Nihal, terj. Asywadie Syukur,Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006.  
Ensiklopedi Islam jilid 3, cet. X, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002.
Harun Nasution, Teologi Islam,cet V, Jakarta: UI-Press, 2011.
http:// /stevensahid.blogspot.com, diakses 29 oktober 2014 pukul 17.00 wib
Imam Muhammad, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, terj. Abd Rahman Dahlan, cet. I,Jakarta: logos Publishing House, 1996.
M. Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam,cet I, Jakarta: Amzah, 2012
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2001




[1] Ensiklopedi Islam jilid 3, cet. X, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002), h. 301
[2] Harun Nasution, Teologi Islam,cet, V, ( Jakarta: UI-Press, 2011), h. 22
[3] M. Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam,cet I,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 24-25
[4] Ensiklopedi Islam..., h. 301
[5] Ensiklopedi Islam..., h. 302
[6] Asy- Syahrastani,  Al-Milal Wa Al-Nihal, terj. Asywadie Syukur. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006), h.105
[7] Asy-syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, terj. Syuaidi Asy’ari. ( Bandung: Mizan Pustaka,2004), h. 216
[8] Imam Muhammad, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, terj. Abd Rahman Dahlan, cet. I,( Jakarta: logos Publishing House, 1996),h.146
[9] Asy-syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal...,h. 219
[10] Ensiklopedi Islam jilid 3, cet. X, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 200), hal. 302
[11] Ensiklopedi Islam..., h. 303
[12] http:// /stevensahid.blogspot.com, diakses 29 oktober 2014 pukul 17.00 wib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar