Rabu, 16 September 2015

Kerajaan Islam di Andalusia

BAB I

PENDAHULUAN


Pada masa dinasti Bani Umayyah, penyebaran wilayah Islam sangat pesat.Tidak hanya pada daerah semenanjung Arab dan Afrika, bahkan merambah ke beberapa Negara Eropa.Andalusia atau sekarang lebih dikenal dengan Spanyol berhasil menjadi salah satu Negara Peradaban Islam. Musa bin Nushair, Tharif bin Malik, dan Thariq bin Ziyad di bawah pimpinan khalifah al-Walid (Dinasti Umayyah), berhasil memasuki Andalusia pada tahun 711 M. Namun, ekspansi ini terhambat beberapa persoalan politik dalam kilafah Bani Umayyah, dan penaklukan wilayah kekuasaan Islam pun terhenti sampai Pegunungan Pyereenia.
Andalusia atau sekarang dikenal dengan Spanyol adalah salah satu Negara peradaban Islam.Islam meninggalkan banyak saksi bisu sebagai bukti bahwa Islam pernah menguasai Negara ini. Berikut penulis akan membahas lebih lanjut tentang Islam di Andalusia (Spanyol), yang meliputi proses masuk, berkembang dan lenyapnya Islam dari Andalusia.


BAB II
KERAJAAN ISLAM DI ANDALUSIA

  A.    Periodisasi Negara Islam di Andalusia (Spanyol)
Sejak pertama kali berkembang di Spanyol sampai dengan berakhirnya kekuasaan Islam di sana, Islam tengah memainkan peranan yang sangat besar. Masa ini berlangsung selama hampir delapan abad (711-1492 M). Era ini dapat dikelompokkan menjadi enam periode, yaitu:
1.      Periode I (711-755 M), wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayyah di Damaskus.[1]
Pada masa tahap awal semenjak menjadi wilayah kekuasaan Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali yang diangkat oleh pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus.Pada periode ini kondisi social politik Spanyol masih diwarnai perselisihan disebabkan karena kompleksitas etnis dan golongan, selain itu juga timbul gangguan dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah pedalaman.Perode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.[2]
2.      Periode II (755-912 M), diperintah oleh amir (gubernur) tetapi tidak tunduk kepada Daulah Abbasiyah di Baghdad.[3]
Hal ini diungkapkan Philip K. Hitti dalam bukunya, “Pada tahun 757 H, ia (Abdurrahman Ad-Dakhil) menghentikan tradisi penyebutan nama khalifah dalam khutbah-khutbah Jum’at. Meski demikian, ia tidak menetapkan gelar kekhalifahan atas dirinya sendiri. Dia dan para penerusnya, hingga Abdurrahman III, cukup puas dengan gelar amir, meski sebenarnya memiliki kekuasaan yang independen.”[4] Para amir Umayyah di Kordova:
-          Abduurahman (Ad-Dakhil) bin Muawiyah (138 – 172 H/756 – 788 M).
-          Hisyam bin Abdurrahman (172 – 180 H/788 – 796 M).
-          Hakam I bin Hisyam (180 – 206 H/796 – 822 M).
-          Abduurahman II bin Hakam (206 – 238 H/822 – 852M).
-          Muhammad I bin Abdurrahman II (238 – 273 H/852 – 886 M).
-          Mundzir bin Muhammad I (273 – 275 H/886 – 888 M).
-          Abdullah bin Muhammad I (275 – 300 H/888 – 912 M)
3.      Periode III (912-1013 M), diperintah Abdurrahman III yang bergelar Al-Nashir, sampai munculnya Muluk Thawaif (munculnya banyak kota atau provinsi di bawah pimpinan kepala suku atau raja kecil).[5]
Ketika Abdurrahman III menaiki tahta khalifah, negara muslim yang luas itu wilayahnya telah berkurang banyak, yang tersisa hanya Kordova dan sekitarnya. Di masa itu, musuh-musuh eksternal yang paling berbahaya adalah Dinasti Fatimiyah di Selatan, dan raja-raja Leon Kristen di Utara. Namun, pelan tapi pasti ia merebut kembali provinsi-provinsi yang hilang, ia memperluas wilayah taklukannya ke berbagai penjuru; seperti Ekiya, Elvira, Seville, dan Bobastro berhasil ia duduki. Ia menjuluki dirinya dengan sebutan ‘Sang Penyelamat Imperium Muslim Andalusia’ karena ia telah membawa Spanyol muslim ke kedudukan lebih tinggi daripada yang pernah dinikmati sebelumnya, maka dialah yang paling cocok menyandang gelar amirul mu’minin. Masa-masa kekuasaan Abdurrahman yang cukup panjang sarat dengan beberapa prestasi, diantaranya yakni perluasan wilayah negara Islam Spanyol, pembaruan dan inovasi dalam bidang administrasi yang membuktikan kecakapan dan kecerdikannya. Diantara bukti keberhasilannya adalah pernyataan pada hari Jum’at, 16 Januari 929 M, bahwa setiap shalat jamaah dan dokumen-dokumen resmi, nama raja yang berkuasa meski disebut khalifah.[6]Para khalifah Umayyah di Kordova:
-          ‘Abd al-Rahman III (912 [menjadi khalifah 929]-961).
-          Al-Hakam II (961-976).
-          Hisyam II (976-1009, 1010-1013).
-          Muhammad II (1009-1010).
-          Sulayman (1009-1010, 1013-1016)
-          ‘Abd al-Rahman IV (1018)
-          ‘Abd al-Rahman V (1023)
-          Muhammad III (1023-1025)
-          Hisyam III (1027-1031)
4.      Periode IV (1013-1086 M), Spanyol terpecah menjadi tiga puluh negara kecil yang dikuasai raja-raja setempat.[7] Periode ini sudah dimulai setelah kepemimpinan khalifah Hisyam II. Spanyol hancur terkoyak oleh orang Berber, Arab, Slavia dan Spanyol. Tidak kurang dari 20 negara berumur pendek muncul, beberapa diantaranya seperti : Banu dzu al-Nun, Banu Hud, namun di antara raja-raja kecil ini pemerintahan terpelajar Abbadiyah (Banu Abbad 1023-1091) di Seville adalah yang paling kuat.[8]
5.  Periode V (1086-1248 M), dikuasai oleh dinasti Al-Murabbitun dan Al-Muwahhidun (Al-Muwahhidun akhirnya runtuh dengan kemenangan pihak Kristen di Las Navas dan Tolosa, dan mereka kembali ke Afrika Utara.[9]
Al-Murabbithun (1086-1143M), pada mulanya merupakan gerakan keagamaan di Afrika Utara yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama (kiyai) yang tinggal di Ribath (sejenis surau) yang dipimpin oleh guru yang bernama Abdullah bin Yasin. Gerakan Ribath ini berubah menjadi gerakan militer yang melakukan gerakan ekspansi di bawah pimpinan Ibnu Ibnu Tasyfin yang berpusat di kota Marrakusy.[10]
Al-Muwahhidun (1146-1235M), didirikan oleh Ibnu Tumart berasal dari kawasan Sus di Afrika Utara. Ia menamakan gerkannya dengan Al-Muwahhidun karena gerakan ini bertujuan untuk menegakkan Tauhid (Ke-Esa-an Allah), menolak segala bentuk pemahaman antrophormorfisme (tajsim) yang dianut oleh Al-Murabbithun, karena iyu semangat perjuangan Ibnu Tumart adalah adalah menghancurkan Murabbithun. Ia berhasil memasuki Spanyol antara tahun 1114-1154M, kota-kota muslim di Spanyol jatuh ke tangan nya seperti: Kordoba, Almeria dan Granada. Kekuatan Kristen menyerang ke Eropa dan menggalang kekuatan baru dibawah pimpinan Alfonso IX setelah dikalahkan oleh Salahuddin, pasukan Kristen berhasil mengalahkan Al-Muwahhidun dan meninggalkan Spanyol kembali ke Afrika Utara. Sepeninggal Muwahhidun, Spanyol timbul kembali ejumlah kerajaan kecil, di antara mereka yang terbesar adalah kekuatan Muhammad Yusuf Ibn Nasr, yang lebih terkenal dengan “Ibnu Ahmar”, yang berhasil menegakkan sebuah kerajaan selama kurang lebih dua abad.
6.      Periode VI (1248-1492 M), Islam hanya berkuasa di Granada di bawah Daulah Bani Ahmar, Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Kordoba diambil alih oleh Granada pada masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Alhambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Moor. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya. Namun kekuasaan Islam ini berhasil pula direbut oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari pihak Kristen.[11]

  B.     Proses Masuknya Islam ke Spanyol
Pada tahun 750M adalah masa berakhirnya khilafah Bani Umayyah di Damaskus, tumpuk khilafah jatuh ke tangan Bani Abbasiyyah, dinasti Abbasiyyah mengerahkan seluruh tentaranya untuk membunuh seluruh keluarga Bani Umayyah tanpa terkecuali. Tidak sedikit keturunan Umayyah yang terbunuh, namun ada salah seorang keturunan Umayyah yang berhasil lolos dari tentara Abbasiyyah yaitu Abdurrahman bin Muawiyyah.
Ia mengembara selama lima tahun di padang pasir. Ia lari dari Irak, mengarungi gurun Syiria, menuju Palestina, kemudian menyebrangi gurun Sinai ke Mesir, lalu melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia yang telah ditaklukkan nenek moyangnya dari Dinasti Umayyah. Andalusia paa waktu itu masih sangat kacau, terjadi perang saudara antara orang Arab Selatan (al-Yamaniyyun) dan Arab Utara (al-Qaysiyun), yang tak mau melupakan pertarungan dan dendam lama mereka. Sebagian besar Al-Qaysiyun adalah pengikut Ahlu Sunnah, sedangkan Al-Yamaniyyun adalah orang-orang Syiah.Orang Barbar sendiri adalah musuh mereka yang kebanyakan terdiri dari kaum Khawarij. Pada sisi lain, orang asli Spanyol menanti saat-saat yang tepat untuk melepaskan diri dari kungkungan mereka. Mereka silih berganti meduduki pemerintahan selama 23 tahun sebelum munculnya Abdurrahman.[12]
Ketika menginjakkan kakinya pertama kali di Andalusia serta disambut hangat oleh kaum muslim Andalusia, karena berhasil meredamkan perang saudara yang terjadi di antara mereka. Berkat keberhasilannya tersebut, Abdurrahman pun diterima baik di masyarakat Andalusia.Pada tahun 755M Abdurrahman menetap dan mengembangkan Andalusia.
Pada tahun 756–788M, ia membangun kerajaan Islam di Andalusia. Dengan menjadikan Kordoba sebagai ibukota sekaligus pusat ilmu dan ilmu pengetahuan, pada masanya pula pertanian dan perdagangan serta kesenian dan penenerapan ilmu lainnya memenuhi kota Kordoba. Ia berhasil menyatukan berbagai komunitas Muslim yang telah bermunculan di Andalusia, menyediakan air bagi kota Kordoba yang berasal dari pegununungan sekitar dengan membangun akuaduk, membangun taman ‘Minhah Rifasah’ sebagai kenangan atas villa di dekat kota Damaskus dulu yang dibangun oleh kakeknya Hisyam. Dan ia pun mulai membangun masjid Kordoba pada tahun 786M.
Sebagai perintis kerajaan Islam di Andalusia, Abdurrahman terkenal ramah serta dekat dengan masyarakatnya.Ia tak pernah memakai pengawal ketika sedang berjalan-jalan di tengah masyarakatnya. Namun, kesalahan yang sama pun terjadi di Andalusia seperti yang pernah terjadi di Damaskus, yakni khalifah yang turun temurun. Hal ini terbukti karena selepas meninggalnya Abdurrahman, yang menggantikannya adalah putranya bukanlah khalifah yang dipilih oleh kaum Muslim Andalusia.Kekuasaan turun menurun seperti ini yang juga merupakan salah satu penyebab runtuhnya kekuatan dan kekuasaan Islam baik di Dinasti Bani Umayyah maupun Dinasti Bani Abbasiyyah.

    C.    Perkembangan Islam Andalusia
Pemerintahan Abdurrahman III dan penerusnya, al-Hakam II kemudian dilanjutkan dengan masa kediktatoran al-Hajib al-Mansur, menandai puncak kejayaan muslim di Barat. Sebelum dan sesudah periode ini, Spanyol muslim tidak pernah mampu menggenggam pengaruh politik sebaik ini di Eropa maupun Afrika.[13]
Tak jauh berbeda dengan Dinasti Umayyah di Damaskus dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad, kekayaan dan peradaban telah mengubah Cordoba menjadi kota yang sangat gemilang, indah, kekayaan yang dimiliki melimpah, memiliki mata uang, sehingga menjadikannya ibukota Bai Umayyah yang paling berbudaya di Eropa dan menjadi satu dari tiga pusat kebudayaan dunia. Namun, keagungan sejati periode ini terletak dalam bidang keilmuan, bukan politik atau yang lainnya.
Muslim Spanyol telah membuka lembaran baru intelektual Islam, bahkan intelektual dunia, Spanyol pada masa pemerintahan Arab muslim menjadi pusat peradaban tertinggi. Ilmuwan dan pelajar dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong datang ke Spanyol. Granada, Cordoba, Seville dan Toledo merupakan tanah air bagi para ilmuwan, pujangga dan juga prajurit ulung.
Pola pendidikan Islam di Spanyol terdiri dari: Kuttab (lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata rapi, memiliki banyak tenaga pendidik dan juga siswa-siswa) yang mengajarkan berbagai macam disiplin lmu pengetahuan, seperti fiqh, bahasa dan sastra, musik dan kesenian.[14]Dan lembaga pendidikan lainnya yaitu adalah Pendidikan Tinggi, Universitas Cordoba berdiri megah dan menjadi ikon Spanyol, memiliki perpustakaan yang menampung empat juta buku yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Selain Universitas Cordoba, juga ada Universitas Seville, Malaga, dan Granada, pada perguruan tinggi ini diajarkan ilmu kedokteran, astronomi, teologi, hokum Islam, kimia, dan lain-lain. Namun, secara garis besar pada perguruan tinggi Spanyol terdapat dua konsentrasi ilmu, yaitu; Filsafat dan Sains.[15]
Perkembangan Islam sangat pesat di berbagai bidang, baik dari segi ekonomi, politik, kesenian, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Hal ini tampak seiring dengan munculnya berbagai ilmuwan Islam yang cakap di bidang-bidang tersebut, antara lain:
-    Ibn Abdur Rabi’ dan Ali Ibn Hazm, merupakan penulis dan pemikir muslim yang telah menulis 400 buku pada abad ke-11.
-    Abu Walid Ahmad Ibn Zaydun, adalah pujangga muslim Spanyol terbesar.
-    Ibn Khaldun, Ibn al-Khatib, Ubaydullah, al-Bakry, dan Ibnu Hayyan, adalah tokoh-tokoh sejarah.
-    Al-Bakry dan al-Idrisi, merupakan pakar geografi terbesar Spanyol pada abad ke-11.
-    Ibnu Batuthah, Ibn Jubair, dan al-Masuni, merupakan tokoh-tokoh dalam penjelajahan dunia.
-    Al-Majiliyah dari Cordoba, al-Zarqali dari Toledo, Ibnu Aflah dari Sville, merupakan pakar-pakar ilmu perbintangan (ilmu astronomi) yang terkenal.
-    Abdullah ibn Ahmadibn al-Baytar, adalah pakar dalam bidang ilmu tumbuh-tumbuhan.
-    Kemajuan dalam bidang fisika ditandai dengan munculnya sejumlah fisikawan muslim, diantaranya: al-Zahrawi dan Ibnu Zuhry.
-    Sulaiman ibn Jabirol, Ibnu Bajjah adalah dua filosof besar dan terkenal, banyak karyanya yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, seperti Tadbir al-Mutawahid.
-    Ibnu Rusyd, yang juga seorang filosof, namun juga besar dalam ilmu kedokteran, al-Kulliyat fiit Thibb merupakan kitab ensiklopedia kedokteran karyanya.
Selain kemajuan dalam ilmu-ilmu sains dan filsafat, ilmu-ilmu agama islam pun memilik perkembangan yang pesat, hingga menjadi cabang-cabang ilmu yang berdiri sendiri, seperti berikut:
-    Abdul Malik ibn Habib, Yahya al-Laits dan Isa ibn Dinar, mereka adalah ahli-ahli fiqh madzhab Malikiyah.
-    Ibnu Rusyd juga memiliki andil dalam kemajuan ilmu fiqh madzhab ini melalui kitab yang ditulisnya Bidayatul Mujtahid.
-    Ibnu Hazm dan al-Syatibi, merupakan dua tokoh yang paling berperan dalam melahirkan karya-karyanya di bidang ushul fiiqh.
-    Dalam bidang tasawuf, Ibnu Masarrah lah yang pertama kali muncul dengan mengembangkan paham Wahdatul Wujud.
-    Al-Baqi’, Ibn Makhlad, al-Zamakhsary, dan al-Thabari, merupakan ulama-ulama tafsir pada masa ini
-    Peran wanita pun tidak luput, andil kaum wanita cukup besar dalam kemajuan intelektual Spanyol, seperti; Nazhun, Zaynab, Hamada, Hafsa, al-Kalayyah, Safia, dan Maria merupakan wanita Arab Spanyol yang telah menyumbangkan kemajuan bidang kesusastraan.
-    Ayesah merupakan penyair tersohor masa ini.
-    Al-Aruziyah dari Valecia sebagai tokoh ilmu bahasa dan mahir di bidang retorika.[16]

Keberhasilan Spanyol dalam meciptakan peradaban dan mengembangkan ilmu pengetahuan tidak luput dari beberapa faktor pendukung kemajuan, antara lain:[17]
Pertama,Kemajuan Andalusia sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abdurrahman I, Abdurrahman II, dan Abdurrahman III.Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara penguasa Bani Umayyah di Andalusia dalam hal ini adalah Muhammad I (852-886) dan Al-Hakam II (961-976).
Kedua,Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Iberia.Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.Masyarakat Andalusia merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing masing.
Ketiga,Meskipun ada persaingan yang sengit antara Bani Abbasiyyah di Baghdad dan Umayyah di Andalus, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan.Sejak abad ke-11 dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan, sehingga membawa kesatuan budaya dunia Islam.
Keempat,Perpecahan politik pada masa Muluk Thawa'if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban.Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Andalusia. Setiap penguasa di Málaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Kordoba. Kalau sebelumnya Kordoba merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Iberia, Muluk ath-Thawa'if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang di antaranya justru lebih maju.

   D.    Lenyapnya Islam dari Andalusia
Sebab kemunduran Kekhalifahan Umayyah Spanyol:
1.   Sepeninggal Hakam II, tidak ada lagi khalifah yang cakap. Khalifah tidak dapat mengatasi krisis politik dalam negeri yang sedang merajalela. Pada masa Hisyam II, Hijab al-Manshur justru yang memegang kendali pemerintahan, sekalipun banyak pencapaian yang dilakukan oleh sang hijab, namun hal ini justru merupakan awal dari melemahnya otoritas kekhalifahan dan awal dari timbulnya permusuhan internal.[18]Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk ath-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Penguasa Katolik di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.
2.   Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasisecara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.[19]
3.   Semenjak kematian Abdurrahman III, kekuatan Berber dan Slavia tampil sebagai kelompok terkuat. Beberapa suku saling memperebutkan supremasi kesukuan dan bahkan berusaha mendirikan sebuah negara kesukuan yang merdeka.[20] Jadi fanatisme ini sangat besar andilnya dalam kemunduran dan kehancuran pemerintahan Islam di Spanyol.
4.   Pasukan muslim telah menyita harta milik orang kaya Spanyol dan juga kekayaan para raja serta pejabat negara. Namun umat Islam tidak mengembangkan harta kekayaan tersebut secara baik, yang mengakibatkan merosotnya income negara.[21]
5.   Tidak adanya ideologi pemersatu. Kalau di tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10, mereka masih memberi istilah 'ibad dan Muwallad kepada para muallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut.[22]
6.   Kondisi ekonomi semakin parah dengan datangnya musim paceklik, sehingga para petani yang mayoritas budak dimerdekakan tidak mampu membayar beban pajak mereka.[23]
7.   Sebab eksternal yakni serangan kekuatan suku-suku Kristen di wilayah Spanyol utara, yang bermaksud mengusir kekuatan muslim dan menegakkan kekuasaan mereka sendiri, mereka berusaha menghancurkan kekuatan muslim dengan membantai umat Islam Spanyol.[24]
Imperium Islam di Spanyol tidak didirikan berdasarkan rasa kebangsaan.Militernya terdiri dari suku Berber dan orang Spanyol yang sebagian memeluk Kristen, mereka memandang bangsa Arab sebagai orang asing atau kaum pendatang.Maka dari itu, keberadaan pemerintahan Arab di Spanyol tidak berhasil menegakkan ikatan kebangsaan di tengah-tengah keragaman ras dan suku.Al-Andalus bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.Akibatnya Imperium ini terpecah menjadi sejumlah kelompok yang saling bertentangan sehingga mempercepat kehancuran pemerintahan muslim di Spanyol.



BAB III
PENUTUP

Penaklukan Andalusia (Spanyol) pada masa Bani Umayyah di Damaskus  tahun 711 M oleh tiga pejuang Islam Musa bin Nushair, Tharif bin Malik, dan Thariq bin Ziyad di bawah pimpinan khalifah al-Walid, serta kemudian dibangun menjadi sebuah negara Islam oleh Abdurrahman bin Muawiyah/Ad-Dakhil (pendatang) pada tahun 755 M, telah mendatangkan pengaruh besar terhadap perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan Islam.
Keagungan peradaban Spanyol terletak pada bidang keilmuan, bukanlah politik.Dalam bidang keilmuan Islam misalnya, pada periode ini telah menjadi cabang-cabang ilmu sendiri, seperti ilmu ushul fiqh, hadits, dan studi madzhab.Hal ini ditandai dengan lahirnya karya-karya para ilmuawan tersebut dibidang-bidang terkait.Tidak hanya seputar keilmuan Islam, ilmu pengetahuan, sains dan filsafat pun berkembang pesat, seperti ilmu fisika, ilmu kedokteran, ilmu astronomi, sastra, geografi dan sebagainya.Peradaban Islam di Spanyol telah melahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim yang cerdas dan kompeten di bidangnya, antara lain seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Hayyan, Ibnu baythar, Ayesah, Ziryab dan lain sebagainya.
Spanyol berhasil dikuasai Islam selama kurang lebih delapan abad, namun harus berakhir karena ke-egoan paham agama telah merusak tatanan kehidupan Islam, ditambah lagi dengan keberhasilan bangsa kristiani mengalahakan Islam dan mengakibatkan tenggelamnya daerah ini beberapa dasawarsa dari peradaban dunia.




[1]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 95.
[2]K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pra Modern), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 301.
[3]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 95.
[4]Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal. 646.
[5]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 95.
[6]Philip K. Hitti, History of…, hal. 661-666.
[7]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 95.
[8]Philip K. Hitti, History of…, hal. 679-684.
[9]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 95.
[10]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 313.
[11]Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II (Jakarta: UI Press, 1985), hal. 62.
[12]Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Al-Kautsar, 2008), hal. 362
[13]Philip K. Hitti, History of…, hal. 668-669.
[14]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 263.
[15]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan…, hal. 99-101.
[16]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 319-323.
[17]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 323-324.                    
[18]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 317.
[19]Philip K. Hitti, History of…, hal. 655.
[20]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 318.
[21]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 318.
[22]Philip K. Hitti, History of…, hal. 649-650.
[23]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 318.
[24]K. Ali, Sejarah Islam…, hal. 318-319.

1 komentar: