Selasa, 27 Oktober 2015

Penerapan Metode Uswatun Hasanah Dalam Pembelajaran PAI



BAB I

PENDAHULUAN




A.    Latar Belakang Masalah 
Manusia merupakan makhluk yang di beri kewajiban oleh Allah SWT berupa mencari dan mengumpulkan ilmu untuk bekal kehidupan di dunia dan akhirat. Dalam hal mencari ilmu Allah tidak hanya mengharuskan Manusia untuk mencari ilmu akhirat saja. Tetapi Allah SWT juga memerintahkan hambanya untuk mencari bekal kehidupan dunia yang semuanya akan di peroleh dengan ilmu pula sehingga hasil yang diperoleh juga bisa bedampak ukhrawi.
Pendidikan agama Islam salah satu bahagian dari pendidikan nasional di indonesia, yang bertujuan membina dan meningkatkan kualitas pengamalan ajaran agama di kalangan masyarakat sebagai upaya pembangunan manusia seutuhnya. Secara lebih khusus pendidikan agama Islam merupakan salah satu masalah yang tidak dapat dipisahkan dari kelangsungan hidup seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, secara formal sekolah telah diberi tugas dan wewenang sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk melaksanakan pendidikan tersebut sesuai dengan jenjangnya.
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan dan sekaligus pengalaman nilai-nilai agama di kalangan siswa. Guru merupakan pemegang tanggung jawab terhadap kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan pendidikan. Guru tidak hanya berfungsi sebagai pendidik dan pengajar yang mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, tetapi juga dituntut untuk mampu memberi contoh teladan yang baik dalam segala segi kehidupan yang baik.
B.     Rumusam Masalah
1.      Apa pengertian metode keteladanan (uswatun hasanah)?
2.      Apa urgensi metode keteladanan (uswatun hasanah)?
3.      Apa kelebihan dan kekurangan metode keteladanan (uswatun hasanah)?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian metode keteladanan (uswatun hasanah).
2.      Untuk mengetahui urgensi metode keteladanan (uswatun hasanah).
3.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode keteladanan (uswatun hasanah).

 

BAB II 
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Metode Keteladanan
Pengertian Uswatun Hasanah, Secara terminologi, kata al-uswah berarti orang yang ditiru, bentuk jamaknya adalah usan. Sedangkan hasanah berarti baik. Dengan demikian uswatun hasanah adalah contoh yang baik, kebaikan yang ditiru, contoh indentifikasi, suri tauladan atau keteladanan. Jadi dapat kita pahami bahwa, teladan adalah suatuhal yang baik. Sementara keteladanan adalah suatu sifat yang baik yang harus kita ikuti dan kita contoh.[1] Sebagimana dalam Al-qur’an surat Al-Ahzab ayat 21:       
                                      لقد كان لكم في رسو ل الله اسوة حسنة  .  .
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu . . .”(Q.S. Al-Ahzab ayat:21)
Muhammad Quthb, misalnya mengisyaratkan bahwa di dalam diri Nabi Muhammad saw, Allah SWT menyusun suatu bentuk sempurna metode Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung. Metode ini dianggap sangat penting karena aspek agama yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam tingkah laku.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Al-qur’an secara utuh, sebagaimana firman Allah SWT yang telah disebutkan di atas.
Al-Baidhawi memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah SAW, yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
B.     Bentuk-bentuk Keteladanan
a.       Keteladanan disengaja
Keteladanan disengaja adalah keteladanan yang berlangsung dipraktekkan oleh pendidik baik melalui perkataan maupun perbuatan yang dapat dijadikan contoh oleh peserta didik. Perkataan pendidik harus sopan dan menggunakan bahasa yang baik, sedangkan perbuatan pendidik harus mencerminkan bahwa pendidik itu memiliki sikap yang baik. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci bentuk-bentuk keteladanan :
1.      Peserta didik berjabat tangan dengan pendidik sebelum dan sesudah pelaksanaan proses belajar mengajar.[2]
Bentuk keteladanan disengaja yang dirancang oleh pendidik cukup bagus. Peserta didik dibiasakan untuk berjabat tangan dengan pendidik sebelum dan sesudah proses belajar mengajar. Dengan cara ini pendidik berharap, peserta didik akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik dan terbiasa untuk menghormati orang yang lebih tua darinya.
Kebiasaan tersebut mudah-mudahan akan selalu tertanam pada diri peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Memberi tahu cara langsung kepada peserta didik agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma kesusilaan.
Pendidik bisa memberi tahu secara langsung kepada peserta didik agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma kesusilaan. Dengan materi sebagai perantara dalam pentransferan norma-norma kesusilaan. Bisa juga melalui kondisi yang diciptakan oleh peserta didik, misalnya ada salah satu peserta didik yang mencontek dan kejadian itu diketahui oleh pendidik, pada saat itulah pendidik bisa memanfaatkan peristiwa tersebut, dengan menasihati peserta didik yang lain bahwa mencontek itu adalah perbuatan yang tidak baik dan tidak patut untuk ditiru.
2.      Menggunakan bahasa yang baik dan sopan.
Bahasa adalah media perantara yang dapat mempererat hubungan seorang dengan orang lain. Oleh karena itu setiap orang harus mempunyai bahasa yang baik dan sopan. Jika tidak ada akan banyak masalah yang akan timbul karena penggunaan bahasa yang tidak baik.
Jadi seorang guru itu harus menggunakan bahasa yang baik dan sopan terhadap murid, karena hal itu akan berpengaruh terhadap akhlak muridnya. Peserta didik akan terbiasa berbicara dengan bahasa yang baik dan sopan karena melihat pendidiknya selalu menggunakan bahasa yang sopan pula.
Penggunaan bahasa yang baik dan tidak baik, akan meperlihatkan wajah asli dari seorang pendidik. Dari cara berbicara, orang juga akan mudah menebak sifat yang dimiliki oleh orang tersebut. Begitu juga dengan seorang pendidik. Apabila dia memiliki bahasa yang baik dan sopan, pendidik itu pasti akan dengan mudah mentransfer nilai-nilai kesusilaan pada peserta didik, sedangkan pendidik yang tidak menggunakan bahasa yang baik dan sopan, di samping sulit mentransfer nilai-nilai kesusilaan, juga tidak patut dijadikan sebagai seorang pendidik.[3]
3.      Memberikan nasihat agar peserta didik selalu menghormati orang yang lebih tua.
Orang yang lebih muda diwajibkan menghormati orang yang lebih tua, sedangkan orang yang lebih tua diwajibkan untuk menyayangi yang lebih muda. Murid juga harus saling menyayangi antar teman yang lain. Tidak boleh bertengkar dan saling memojokkan antar teman satu dengan teman yang lain.
Prinsip orang sekarang, seorang guru itu harus lebih bisa memahami muridnya, dengan cara menganggap peserta didik sebagai teman, agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar. Ada segi positif dan negatif yang dapat diambil. Segi positifnya, akan tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan murid. Segi negatifnya, tidak menutup kemungkinan peserta didik semakin tidak baik terhadap pendidik.
b.      Keteladanan tidak disengaja
Keteladanan tidak disengaja adalah keteladanan yang tidak direncanakan terlebih dahulu dan keteladanan ini tidak dibuat-buat oleh guru. Keteladanan tidak disengaja memang benar-benar berasal dari dalam diri murid. Hal ini sangat penting, agar peserta didik memang memiliki panutan yang tepat.
Jadi, guru itu harus memiliki sifat, sikap dan perilaku yang baik. Sifat yang dimiliki oleh guru harus bisa dijadikan contoh oleh para peserta didik. Guru juga harus bersikap dan berperilaku mawas diri. Berhati-hati dalam bersikap.
Keteladanan tidak disengaja tergantung pada kualitas yang dimiliki oleh murid. Guru tersebut memiliki kualitas keilmuan yang baik, berwibawa, dan memiliki akhlak yang baik. Akan berdampak positif bagi murid dan patut dijadikan contoh oleh para murid.

C.    Faktor Pendukung Pelaksanaan Metode Keteladanan

1.      Orang Tua
Faktor pendukung pelaksanaan metode keteladanan, salah satunya adalah orang tua. Orang tua berperan aktif dalam pembentukan watak anak yang berakhlak mulia. Bahwa setiap bayi yang lahir ke dunia ini tergantung pada orang tuanya. Orang tuanya yang menjadikan bayi itu sebagai Yahudi atau Nasrani, atau Majusi. Karena bayi itu lahir dalam keadaan suci. Bayi itu dilahirkan bagaikan papan kosong yang akan meniru apa yang akan ditanamkan oleh kedua orang tuanya.[4]
Keteladanan tidak berhenti pada areal tanggung jawab orang tua pada anak. Keteladanan adalah sebuah keharusan maka orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya. Tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain:
    a)      Memelihara dan membesarkannya
    b)      Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya, mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya.
     c)      Membahagiakan anak dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT sebagai tujuan akhir hidup muslim.
Orang tua dituntut lebih hati-hati dalam memberikan contoh pada anaknya. Kesalahan dalam membentuk karakter anak tanpa sengaja dapat terjadi karena keteladanan yang buruk. Akibatnya bisa fatal, yaitu membentuk karakter yang rusak. Memang banyak tips dan cara untuk mendidik anak, ada yang dengan metode A dan ada yang menyarankan dengan metode B. Namun, dari setiap metode-metode yang ada, metode keteladanan adalah metode yang jitu dalam pendidikan anak-anak di keluarga. Di bawah ini akan dibahas fakta tentang pendidikan di rumah, dan bagaimana orang tua agar mampu menjadi tauladan yang baik untuk anak.
Pertama, cara mendidik anak di dalam rumah. Banyak orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu akan terbentuk hanya di sekolah-sekolah. Jadi tidaklah perlu orang tua mengarahkan anak-anaknya di rumah. Bahkan ada sebagian orang tua yang tidak tahu tujuan dalam mendidik anak. Perlu dihadapi, bahwasanya pendidikan di rumah yang meskipun sering disebut sebagai pendidikan informal, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja. Orang tua harus memahami bahwa keluarga merupakan institusi pendidikan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan institusi pendidikan formal. Ini bisa dimengerti karena keluarga merupakan sekolah paling awal bagi anak. Di keluargalah seorang anak pertama kali mendapatkan pengetahuan, pengajaran dan pendidikan.[5]
Keteladanan dalam dunia pendidikan adalah sangat penting, apalagi sebagai orang tua yang diamanahi Allah berupa anak-anak untuk mereka asuh dengan baik, maka orang tua harus menjadi teladan yang baik untuk anak-anaknya. Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak, menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini.
Kedua, untuk mampu menjadi uswatun hasanah. Syarat utama adalah kita sebagai orang tua harus tahu Islam secara menyeluruh, bagi yang belum tahu Islam tidak ada kata terlambat, belajar Islam menjadi prioritas agar kita menjadi uswah yang ideal untuk anak-anak. Islam adalah landasan yang ideal untuk membentuk suatu kepribadian, karena Islam adalah aturan yang menyeluruh bagaimana manusia hidup di dunia ini.
2.      Pendidik
Pendidikan akhlak itu tidak sepenuhnya di bebankan pada guru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam saja, tapi semua pendidik harus turut serta dalam  pendidikan akhlak tersebut, kalau tidak begitu pentrasferan nilai-nilai kesusilaan tidak akan berjalan secara maksimal.[6]
3.      Materi (bahan ajar)
Faktor pendukung pelaksanaan metode keteladanan dalam proses belajar mengajar adalah materi. Pendidik yakin melalui materi, pendidikan akhlak dapat diberikan kepada peserta didik. Banyak sekali materi yang berhubungan dengan keteladanan, diantaranya materi tentang toleransi, kisah nabi, kedisiplinan dan sebagainya. Melalui materi yang diajarkan tersebut peserta didik menjadi paham akan hal-hal yang baik itu seperti apa, perbuatan yang tercela itu tidak patut untuk ditiru, bagaimana bersikap, dan lain-lain.
Penyampaian keteladanan melalui materi adalah cara yang mudah diserap oleh peserta didik. Apalagi, penyampaiannya dibuat sangat menarik, bisa ditambahkan nyanyian dan dongeng-dongeng yang sangat menarik, bisa ditambahkan nyanyian dan dongeng-dongeng yang sarat akan keteladanan, jika peserta didik masih anak-anak, atau bisa juga dengan permainan yang mendidik peserta didik akan sangat menikmati proses pembelajaran, tidak merasa tegang, tapi nilai-nilai kesusilaan dapat benar-benar tertanam dalam benak peserta didik.
Materi tentang keteladanan, sebaiknya diperbanyak pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan   pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), sebagai tonggak dasar pendidikan akhlak. Jadi, tidak hanya pelajaran yang hanya mengedepankan kecerdasan otak saja yang selalu di tambah jam pelajarannya, tapi juga pelajaran yang mengedepankan akhlak, yang akhirnya akan membentuk manusia yang bermoral dan memiliki otak yang cerdas.

D.    Kelebihan dan kekurangan metode keteladanan (Uswatun Hasanah)

Metode keteladanan juga memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri, sebagaimana lazimnya metode-metode lainnya. Secara sederhana berkaitan dengan penerapannya dalam proses mengajar kelebihan dan kekurangan metode keteladanan dapat dijelaskan yaitu sebagai berikut:
1.      Kelebihan Metode Keteladanan
a.       Metode keteladanan akan memberikan kemudahan kepada guru dalam proses belajar mengajar.
b.      Bila keteladanan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik.
c.       Metode keteladanan dapat menciptakan hubungan harmonis antara guru dengan murid.
d.      Dengan metode keteladanan tujuan guru yang ingin dicapai menjadi lebih terarah dan tercapai dengan baik.
e.       Dengan metode keteladanan guru secara tidak langsung dapat mengimplementasikan ilmu yang diajarkannya.
f.       Metode keteladanan juga mendorong guru untuk senantiasa berbuat baik karena menyadari dirinya akan dicontoh oleh muridnya.[7][5]
Dari kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa metode keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya mengajar, dimana selain diajarkan secara teoritis murid juga bisa melihat secara langsung bagaimana praktik atau pengamalan dari gurunya yang kemudian bisa dijadikan teladan atau contoh dalam berprilaku dan mengamalkan atau mengaplikasikan materi pembelajaran yang telah dia pelajari selama proses pembelajaran berlangsung.
2.      Kekurangan Metode Keteladanan
Dalam menerapkan suatu metode, disamping kita dapat mengalami kelebihan juga terdapat kekurangan-kekurangan dalam roses pembelajaran dengan penerapan suatu metode. diantaranya yaitu sebagai berikut:
a.       Jika dalam proses mengajar figur yang diteladani dalam hal ini guru tidak baik, maka murid cenderung mengikuti hal-hal yang tidak baik tersebut pula.
b.      Jika dalam proses pembelajaran hanya memberikan teori tanpa diikuti dengan  implementasi maka tujuan  yang akan dicapai akan sulit terarahkan.
Dari serangkaian kelebihan dan kelemahan yang telah dijelaskan di atas dapat dikatakan bahwa, metode keteladanan dalam mengajar merupakan metode yang mempunyai pengaruh dan terbukti bisa dikatakan efektif dengan berbagai kelebihannya, meskipun juga tidak terlepas dari kekurangan, dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial. Hal ini karena guru adalah figur terbaik dalam pandangan murid, yang tindak-tanduk dan sopan santunnya disadari atau tidak, akan ditiru atau diteladani oleh muridnya.
Jadi dari kelebihan dan kekurangan diatas dapat terlihat betapa sentralnya peranan guru dalam hal ini merupakan sosok kunci yang akan memberikan teladan kepada murid, dan juga sosok yang akan dijadikan model atau teladan oleh murid, jadi dalam hal ini sukses atau tidaknya metode keteladalan dalam suatu pembelajaran sangat tergantung pada sosok guru yang diteladani. Oleh karena itu, keteladanan yang baik adalah salah satu metode  yang bisa diterapkan untuk merealisasikan tujuan pembelajaran. Hal ini karena keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya mencapai keberhasilan proses pembelajaran, dan juga dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap nilai-nilai pendidikan Islam terutama pendidikan ibadah dan pendidikan akhlak.

E.   Analisis Hasil Penerapan Metode Keteladanan (Uswatun Hasanah) di SMAN 1 Manggeng  

Metode Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan Islam yang selalu di gunakan dalam proses belajar mengajar, baik dalam pendidikan formal maupun non formal baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti kita ketahui bahwa, guru adalah seorang pendidik dan tempat cerminan dari murid. Jadi metode keteladanan ini tepat digunakan untuk semua materi pelajaran dan juga semua jurusan.
Sesuai dengan yang penulis dapatkan di lapangan melalui pengalaman lapangan, hasil penerapan metode keteladanan ini ±65% yang mau mengikuti keteladan dari apa yang diperoleh murid dan dapat dipahami secara pemahaman dan juga dukungan dari pendidikan keluarganya, sementara yang lainnya bertolak belakang dengan apa yang di terapkan dengan mengemukakan alasan-alasan tertentu sehingga siswa tidak mengikuti apa yang di terapkan oleh guru pada siswa antara lain:
1.      Kedisiplinan masuk kelas
2.      Tata kerama dalam kelas
-          Antara murid dengan murid
-          Antara murid dengan guru
3.      Interaksi antara guru dan murid dalam lingkungan sekolah
4.      Kejujuran
Kesimpulan dari hasil analisis penulis dilapangan dapat kita simpulkan bahwa, keberhasilan penerapan metode keteladanan ini sangat tergantung pada kepribadian guru dalam mendidik, melatih murid-muridnya, baik dalam waktu proses belajar mengajar di kelas, maupun dalam lingkungan sekolahnya saat jam istirahat. Secara tidak langsung pendidikan murid yang diaplikasikan dalam sehari-hari dapat menggambarkan sikap dari dari seorang pendidiknya.




BAB III 
PENUTUP
A.     Kesimpulan
 Dari pembahasan permasalahan dapat kita simpulkan bahwa, metode keteladanan selalu digunakan dalam proses belajar mengajar oleh setiap guru yang mengajar. Jadi menggunakan konsep keteladanan ini bukan hanya guru pendidikan agama Islam saja, karena setiap guru yang mengajar tetap menjadi panutan terhadap siswa, baik maupun buruk.
Dalam menciptakan generasi yang baik, kita terlebih dahulu mencipakan guru yang baik supaya dapat mendidik dan mengajar dengan baik dan sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam materi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan uraian pada bab pembahasan, dimana untuk menetapkan metode keteladanan harus ada tiga faktor pendukungnya yaitu:
1.      Orang tua
2.      Pendidik
3.      Materi (bahan ajar)
B.     Saran-saran
Demikianlah makalah ini, semoga menjadi bahan yang bermanfaat serta dapat menjadi bahan pelajaran bagi kita semua. Untuk lebih memahami semua materi tentang konsep keteladanan, disarankan para pembaca mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi makalah ini. Penulis juga menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran demi kesempurnaan makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA

Abdul kadir munsy, Metode Diskusi Dalam Dakwah,Surabaya: AL-Ikhlas, 198.
An Nahlawi Abdurraman, Pinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga,     Sekolah, dan Masyarakat, Bandung: Diponegoro, 1996.
Mamayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.



[1] Mamayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hal. 291.

[2] Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal, 295.

[3] Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran . . .hal. 297.

[4] An Nahlawi Abdurraman, Pinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat, (Bandung: Diponegoro, 1996), hal. 97. 


[5] Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 123.

[6] An Nahlawi Abdurraman, Pinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga . . .hal. 101.

[7] Abdul kadir munsy, Metode Diskusi Dalam Dakwah,(Surabaya: AL-Ikhlas, 1981),  hal. 144.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar