Senin, 16 November 2015

Makalah "Sejarah Berdirinya majelis Ulama Indonesia"

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang Masalah

Ajaran agama sebagai suatu nilai-nilai kehidupan yang telah ada semenjak dahulupun harus harus berkembang mengikuti arus kehidupan manusia. Artinya dengan ajaran agama yang telah ada harus mampu mengontrol dan memfilter perkembangan kehidupan manusia agar tidak keluar dari ajaran agamanya tersebut.
Di Indonesia, MUI sebagai lembaga keagamaan di bawah naungan negara menjadi lembaga yang sangat  penting perannya unutk mengontrol perkembangan kehidupan di aspek hukum keagamaan. Melihat dari pentingnya hal itu, penulis dengan penulisan makalah ini akan menguraikan tentang sejarah terbentujnya lembaga MUI, peran MUI, bentuk-bentuk kelembagaan MUI selama ini, di ambil melalui tala’ah dalam buku-buku yang dijadikan sebagai referensi penulis dalam penulisan makalah.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan.
Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah. Untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dari berbagai macam peran MUI ini dapat kita ambil kesimpulan tentang peranannya dalam perkembangan Syariah umat Islam di Indonesia meninjau dari fatwa dan respon masyarakat terhadap fatwa tersebut.
B.   Rumusan Maslah
Dari latar belakang masalah yang telah di paparkan di atas dapat kita rumuskan beberapa masalah antaralain sebagai berikut:
1.      Kapan berdirinya MUI?
2.      Apa saja badan kelembagan dari MUI tersebut?
3.      Apa yang menjadi visi dan misi dari lembaga MUI?

Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah:
1.     Untuk mengetahui kapan awal mulanya berdiri MUI.
2.     Untuk mengetahui apa-apa saja badan kelembagan dari MUI tersebut.
3.     Untuk mengetahui apa-apa saja yang menjadi visi dan misi dari lembaga MUI tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Awal Mula Berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia awal terbentuknya dari gerakan ulama-ulama aceh pada tahun lima puluhan, ketika sebagian ulama Aeceh terlibat dalam gerakan protes kepada pemerintahan pusat, maka sebagian ulama Aceh lainnya menyadari pentingnya persatuan antara ulama-ulama sebagaimana yang terjadi pada masa-masa sebelumnya, maka pada tahun 1965 terbentuklah sebuah Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Daerah Istimewa Aceh.[1]
Organisasi ulama ini kemudian memberi impirasi pada pemerintah pusat agar membentuk organisasi ulama secara nasional di seluruh Indonesia. Akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, atau pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.[2]
Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh cendikiawan yang merupakan tokoh perorangan.
Dari musyawarah yang diadakan tersebut, dapat dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk suatu wadah atau tempat bermusyawarahnya para ulama. Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Daerah Aceh kemudian menyesuaikan diri. Disadari atau tidak, peran dan eksistensi Ulama Aceh juga semangkin tercipta untuk kepentingan pemerinta RI.[3] Selanjutnya adanya pergeseran peran dan independensi ulama Aceh berjalan seiring dengan hegemoni yang dicapai oleh pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru.
Oleh karenanya ketika Orde Baru ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa mulai pada tahun 1997 ditandai dengan lengsernya Soeharto 21 Mei 1998 dari kursi kepresidenan RI serta memasuki Era Reformasi, peran dan dan independensi Ulama Aceh di gugat dan dipertanyakan. Ulama terkesan “diam” atau sengaja “diabaikan”, sehingga dituduh tidak proaktif terhadap perkembangan dan aspirasi masyarakat Aceh.[4]

B.    Jenis-jenis Kelembagan Majlis Ulama Indonesia (MUI)
            Dari berbagai kegiatan Majlis Ulama Indonesia (MUI) dengan menyadari tanggung jawabnya yang harus jalankan untuk melindungi masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia mendirikan beberapa bentuk kelembagaannya antaralain:

1.   Dewan Syariah Nasional MUI
            Dewan Syariah Nasional MUI ini memiliki lembaga yang wilayah kerjanya adalah memberikan saran atau menampung berbagai masalah yang berkaiatan dengan lembaga keuangan syari’at. Lembaga ini diberinama dengan Dewan Syari’ah Nasional. Dewan Syari’ah Nasional didirikan MUI dengan harapan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.[5]

2.   LP-POM MUI
            LP-POM MUI merupakan lembaga pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika atau lebih dikenal sebagai LP-POM MUI. Lembaga ini  didirikan berfungsi sebagai bagian dari upaya untuk memberikan ketenteraman batin umat, mengenai kehalalan produk yang ada di masyarakat, terutama dalam mengkonsumsi pangan, obat-obatan dan kosmetik. Hal ini sangat diperlukan, mengingt umat Islam diperintahkan untuk mengkonsumsi makanan yanghalaldan dilarang menggunakan atau memakan makanan yang haram.
            LP-POM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 dan telah memberikan peranannya dalam menjaga kehalalan produk-produk yang beredar di masyarakat. Pada awal-awal tahun kelahirannya, LP-POM MUI berulang kali mengadakan seminar, diskusi-diskusi dengan para pakar, termasuk pakar ilmu Syari’ah, dan kunjungan-kunjungan yang bersifat studi banding serta muzakarah. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam menentukan standar kehalalan dan prosedur pemeriksaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Pada awal tahun 1994, barulah LP-POM MUI mengeluarkan sertifikat halal pertama yang sangat didambakan oleh konsumen maupun produsen, dan sekarang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.[6]
            Selain itu, MUI selalu mengadakan kongres tahunan umat Islam. Kali ini, pelaksanaan Kongres Umat Islam Indonesia V ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti hasil-hasil keputusan yang telah ditetapkan dalam Kongres Umat Islam Indonesia IV 2005. Kongres mengambil tema utama ”Peneguhan Ukhuwwah Islamiyah untuk Indonesia yang Bermartabat.” Ukhuwwah Islamiyah dalam konteks kemajemukan adalah syarat mutlak untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dan bermakna guna mewujudkan kesejahteraan bangsa.[7]
            Kongres Umat Islam Indonesia diharapkan menjadi wahana efektif untuk menghimpun kekuatan umat yang terserak, mendiskusikan gagasan dan pemikiran dari berbagai elemen umat Islam guna merumuskan langkah strategis bagi revitalisasi peran Umat Islam. Kongres Umat Islam akan dapat mendorong terjadinya kesepahaman serta membuat rancang bangun perumusan strategis kebudayaan umat Islam Indonesia yang bermartabat dan saling menguatkan.[8]
            Kongres Umat Islam Indonesia akan membahas dan merumuskan materi-materi sebagai berikut:
a.       Masalah Kepemimpinan Umat Islam dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang meliputi, Paradigma, Visi, dan Karakter Kepemimpinan Islam, Penguatan Kelembagaan Umat serta Penguatan Jaringan Komunikasi Kelembagaan.
b.      Masalah Ekonomi Umat Islam, yang meliputi: Paradigma dan Nilai Ekonomi Islam, Penguatan dan Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Umat, dan Model Pemberdayaan Ekonomi Umat.
c.       Rekomendasi tentang masalah kepemimpinan, ekonomi umat dan bangsa.

3.      Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional) MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI),disamping memiliki lembaga pengkajian pangan, obat-obatan dan kosmetik (LP-POM), lembaga ini juga memiliki lembaga Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas). Badan Arbitrase Syariah Nasional di Indonesi ini adalah salah satu wujudnya dari arbitrase Islam yang pertama kali. Tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah Islam ini adalah sebagai sebuah badan  permanen yang di idindependen dan memiliki fungsi menyelesaikan kemungkinan adanya masalah muamalat yang muncul di dalam hubungan edangan, industri, keuangan, jasa dan lain sebagainya dikalangan umat muslim.[9]

4.      LPLH dan SDA MUI
Lembaga Pemeliharaan Lingkungan Hidup dan sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia. Yang didirikan pada tanggal 23 septembe 210 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Lembaga ini didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran untuk umat Islam bahwa pelestaraian lingkungan hidup serta manfaat sumberdaya alam yang baik sangatlah penting. Hal ini dikarnakan agar kekayaan alam yang melimpah ini tidak digunakan dengan seenaknya dan tidak membiarkan munculnya kerusakan-kerusakan di bumi.[10]
Misi dari adanya pelembagaan pemuliaan lingkungan hidup dan sumber daya alam ini adalah untuk mengembalikan pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam secara Islami melalui pembinaan umat Islam yang berkualitas tinggi (khaira ummah), dan berakhlak mulia (akhlakul kaimah), sehingga terciptanya kehidupan kemasyarakatan yang baik, dan memperoleh ridha serta amounan dari Allah SWT.

C.     Visi dan Misi serta Tugas MUI

1.      Visi dari Majelis Ulama Indonesia
            Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridha dan ampunan Allah swt (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam ( رحمة للعالمين).[11]
2.      Misi dari Majlis Ulama Indonesia
a.       Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah.
b.      Melaksanakan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan.
c.       Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.[12]
3.      Tugas dan Fungsi MUI
a.       Mengeluarkan fatwa tentang ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator.
b.      Menerbitkan rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagi lembaga keuangan dan bisnis syariah.
c.       Melakukan pengawasan aspek syariah atas produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis syariah melalui Dewan Pengawas Syariah.[13]
4.      Wewenang MUI dalam Kelembagaannya
a.       Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
b.      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
c.       Memberikan rekomendasi dan mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan dan bisnis syariah.
d.      Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
e.       Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
f.       Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.[14]
5.      Fatwa Majelis Ulama Indonesia  
Pada tanggal 28 September 2005 dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang ke-7, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwanya yaitu:
a.       MUI mengharamkan pelanggaran hak atas kekayaan intelektual termasuk hak cipta.
b.      MUI mengharamkan pedukunan dan peramalan termasuk publikasi hal tersebut di media.
c.       MUI menghaamkan do’a bersama antar agama, kecuali do’a menurut keyakinan atau ajaran agama masing-masing dan mengimani pemimpin do’a yang beasal dari agama Islam.
d.      MUI mengharamkan kawin antar beda agama.
e.       MUI mengharamkan warisan beda agama kecuali dengan wasiat dan hibah.
f.       MUI mengeluarkan kriteria maslahat atau kebalikan bagi oang-orang banyak.
g.      MUI mengharamkan pluralisme (pandangan yang menganggap semua agama sama), sekularisme dan liberalisme.
h.      Fatwa yang memperbolehkan pencabutan hak ribadi untuk kepentingan umum. Fatwa MUI ini sama dengan kebijakan pemerintah, asal diberikan ganti rugi yang layak dan tidak untuk kepentingan komersial.
i.        Mui mengharkan imam perempuan.
j.        MUI mengharamkan aliran Ahmadiyah.
k.      MUI memperbolehkan hukuman mati untuk tidak pidana berat.[15]




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari pembahasan latarbelakang terbentuknnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) di negara indonesia umat Islam secara positif menanggapi dengan baik karena umat Islam dan umat-umat yang lainnyapun sadar akan perlunya hadir/terbentuknya lembaga MUI ini. Begitu juga dengan fatwa-fatwa yang selama ini telah dimunculkan oleh MUI yang dianggap sebagian besar umat Islam sangatlah bagus walaupun sebagian kecil yang lainnya dengan fatwa-fatwa yang telah penulis sebutkan di atas menjadi sebuah controversial antara MUI dengan golongan umat Islam tertentu. Namun, dengan adanya perbedaan itulah yang akan menjadikan MUI agar lebih bijak,berhati-hati dan benar dalam melahirkan fatwa yang lainnyanya.
Diantaranya fatwa yang di terapkan bukan hanya berlaku untuk satu kelompok akan tetapi, untuk segenap waga negara indonesia dan khususnya bagi umat Islam. Dalam hal ini, secara tidak langsung bagi pihak warga indonesia telah merasa ketentraman jiwa terhadap pemakai-pemakai barang yang memiliki lebel-lebel MUI, sehingga tidak ada permasalahan yang terjadi dimasyarakat.
Majelis Ulama Indonesia juga mempunyai wewenang atas unjuk kerja dan tidak bisa sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sebagai mana fatwanya dalam Memberikan rekomendasi dan mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan dan bisnis syariah. Hal ini telah disepakati sebelumnya atas keputusan bersama dai sebuh lembaga  Majlis Ulam Indonesia.
B.  Saran-Saran
        Dalam pembahasan makalah ini penulis merasa memang masih jauh dari sebuah kesempurnaan karena masih banyak kekurangan-kekurangannya dan banyak yang harus diperbaiki. Karenanya, saran dan masukan-masukan yang bersifat membangun bagi penulis sangat mengharapkan demi perbaikan makalah ini. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri. Sesungguhnya hanya Allah sajalah yang Mahasempurna dalam segalanya.



DAFTAR PUSTAKA

Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, Jakarta, Hujjah Press: 2007.
Huda, dkk. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta, Kencana Perdana           Media: 2007.
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai  Pustaka: 1983. 43. 
Sri Suyanta, Dinamika Peran Ulama Aceh, Banda Aceh, A-Raniry Press: 2008.






[1] Sri Suyanta, Dinamika Peran Ulama Aceh, (Banda Aceh, A-Raniry Press: 2008), hal.10.

[2] Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, (Jakarta, Hujjah Press: 2007), hal. 21.

[3] Sri Suyanta, Dinamika Peran Ulama . . . hal.11.

[4] Sri Suyanta, Dinamika Peran Ulama . . . hal. 11.

[5] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka: 1983), hal. 43. 

[6] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . hal. 44. 

[7] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . hal. 44

[8] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . hal. 44-45. 

[9] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum  . . . 45. 


[10] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum  . . . 45. 

[11] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum  . . . 46-47. 

[12] Huda, dkk. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. (Jakarta: Kencana Perdana Media Group:2007), hal. 72.

[13] Huda, dkk. Investasi Pada Pasar Modal . . . hal. 73.

[14] Huda, dkk. Investasi Pada Pasar Modal . . . hal. 74.

[15] Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal. . . hal. 40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar