BAB I
A. Latar belakang Masalah
Ajaran agama sebagai suatu
nilai-nilai kehidupan yang telah ada semenjak dahulupun harus harus berkembang
mengikuti arus kehidupan manusia. Artinya dengan ajaran agama yang telah ada
harus mampu mengontrol dan memfilter perkembangan kehidupan manusia agar tidak
keluar dari ajaran agamanya tersebut.
Di Indonesia,
MUI sebagai lembaga keagamaan di bawah naungan negara menjadi lembaga yang
sangat penting perannya unutk mengontrol perkembangan kehidupan di aspek
hukum keagamaan. Melihat dari pentingnya hal itu, penulis dengan penulisan makalah ini akan menguraikan tentang sejarah terbentujnya lembaga MUI, peran MUI, bentuk-bentuk kelembagaan MUI selama ini, di ambil melalui tala’ah dalam buku-buku yang
dijadikan sebagai referensi penulis dalam penulisan makalah.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam
rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan
mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang
dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Pembentukan
DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi
isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan.
Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan
ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam
penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di
lembaga keuangan syariah. Untuk
mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) akan
senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan
masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dari berbagai macam peran MUI ini dapat kita ambil kesimpulan tentang peranannya dalam perkembangan Syariah umat Islam di Indonesia
meninjau dari fatwa dan respon masyarakat terhadap fatwa tersebut.
Dari latar belakang masalah yang telah di paparkan di
atas dapat kita rumuskan beberapa masalah antaralain sebagai berikut:
1.
Kapan berdirinya MUI?
2.
Apa saja badan kelembagan
dari MUI tersebut?
3.
Apa yang menjadi visi dan
misi dari lembaga MUI?
Adapun
yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui kapan awal
mulanya berdiri MUI.
2.
Untuk mengetahui apa-apa
saja badan kelembagan dari MUI tersebut.
3.
Untuk mengetahui apa-apa
saja yang menjadi visi dan misi dari lembaga MUI tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Awal Mula Berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama
Indonesia awal terbentuknya dari gerakan
ulama-ulama aceh pada tahun lima puluhan, ketika sebagian ulama Aeceh terlibat
dalam gerakan protes kepada pemerintahan pusat, maka sebagian ulama Aceh
lainnya menyadari pentingnya persatuan antara ulama-ulama sebagaimana yang
terjadi pada masa-masa sebelumnya, maka pada tahun 1965 terbentuklah sebuah Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU) Daerah Istimewa Aceh.[1]
Organisasi ulama ini kemudian memberi impirasi pada
pemerintah pusat agar membentuk organisasi ulama secara nasional di seluruh
Indonesia. Akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, atau pada tanggal 26
Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama,
cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.[2]
Antara lain meliputi dua puluh enam
orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang
merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah,
Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al
Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta
13 orang tokoh cendikiawan yang merupakan tokoh perorangan.
Dari musyawarah yang diadakan tersebut, dapat dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk suatu wadah atau tempat bermusyawarahnya para
ulama. Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Daerah Aceh kemudian menyesuaikan diri.
Disadari atau tidak, peran dan eksistensi Ulama Aceh juga semangkin tercipta
untuk kepentingan pemerinta RI.[3] Selanjutnya adanya pergeseran
peran dan independensi ulama Aceh berjalan seiring dengan hegemoni yang dicapai
oleh pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru.
Oleh karenanya ketika Orde Baru ditumbangkan oleh
gerakan mahasiswa mulai pada tahun 1997 ditandai dengan lengsernya Soeharto 21 Mei 1998 dari kursi kepresidenan RI serta
memasuki Era Reformasi, peran dan dan independensi Ulama Aceh di gugat dan
dipertanyakan. Ulama terkesan “diam” atau sengaja “diabaikan”, sehingga dituduh
tidak proaktif terhadap perkembangan dan aspirasi masyarakat Aceh.[4]
B. Jenis-jenis Kelembagan Majlis Ulama Indonesia
(MUI)
Dari berbagai kegiatan Majlis Ulama Indonesia (MUI) dengan menyadari tanggung jawabnya yang harus jalankan untuk melindungi masyarakat,
maka Majelis Ulama Indonesia mendirikan beberapa
bentuk kelembagaannya antaralain:
1.
Dewan Syariah Nasional MUI
Dewan Syariah Nasional MUI ini
memiliki lembaga yang wilayah kerjanya adalah memberikan saran atau menampung
berbagai masalah yang berkaiatan dengan lembaga keuangan syari’at. Lembaga ini
diberinama dengan Dewan Syari’ah Nasional. Dewan Syari’ah Nasional didirikan
MUI dengan harapan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam
kehidupan ekonomi.[5]
2.
LP-POM MUI
LP-POM MUI merupakan lembaga pengkajian
Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika atau lebih dikenal sebagai LP-POM
MUI. Lembaga ini didirikan berfungsi sebagai bagian dari upaya untuk memberikan
ketenteraman batin umat, mengenai kehalalan produk yang ada di masyarakat, terutama dalam mengkonsumsi pangan, obat-obatan dan kosmetik. Hal ini sangat diperlukan, mengingt umat Islam diperintahkan untuk
mengkonsumsi makanan yanghalaldan dilarang menggunakan atau memakan makanan
yang haram.
LP-POM
MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 dan telah memberikan peranannya dalam
menjaga kehalalan produk-produk yang beredar di masyarakat. Pada awal-awal
tahun kelahirannya, LP-POM MUI berulang kali mengadakan seminar, diskusi-diskusi
dengan para pakar, termasuk pakar ilmu Syari’ah, dan kunjungan-kunjungan
yang bersifat studi banding serta muzakarah. Hal ini dilakukan untuk
mempersiapkan diri dalam menentukan standar kehalalan dan prosedur pemeriksaan,
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Pada awal tahun
1994, barulah LP-POM MUI mengeluarkan sertifikat halal pertama yang
sangat didambakan oleh konsumen maupun produsen, dan sekarang dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat.[6]
Selain itu, MUI selalu mengadakan
kongres tahunan umat Islam. Kali ini, pelaksanaan Kongres Umat Islam
Indonesia V ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti hasil-hasil keputusan yang
telah ditetapkan dalam Kongres Umat Islam Indonesia IV 2005. Kongres mengambil
tema utama ”Peneguhan
Ukhuwwah Islamiyah untuk Indonesia yang Bermartabat.” Ukhuwwah Islamiyah dalam konteks kemajemukan adalah
syarat mutlak untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dan bermakna guna
mewujudkan kesejahteraan bangsa.[7]
Kongres Umat Islam Indonesia diharapkan menjadi wahana
efektif untuk menghimpun kekuatan umat yang terserak, mendiskusikan gagasan dan
pemikiran dari berbagai elemen umat Islam guna merumuskan langkah strategis
bagi revitalisasi peran Umat Islam. Kongres Umat Islam akan dapat mendorong
terjadinya kesepahaman serta membuat rancang bangun perumusan strategis
kebudayaan umat Islam Indonesia yang bermartabat dan saling menguatkan.[8]
Kongres Umat Islam Indonesia akan membahas dan
merumuskan materi-materi sebagai berikut:
a.
Masalah
Kepemimpinan Umat Islam dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
meliputi, Paradigma, Visi, dan Karakter Kepemimpinan Islam, Penguatan Kelembagaan Umat serta Penguatan Jaringan Komunikasi
Kelembagaan.
b.
Masalah Ekonomi
Umat Islam, yang meliputi: Paradigma dan Nilai Ekonomi Islam, Penguatan dan Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Umat, dan Model Pemberdayaan Ekonomi Umat.
c.
Rekomendasi tentang
masalah kepemimpinan, ekonomi umat dan bangsa.
3.
Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional) MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI),disamping memiliki lembaga
pengkajian pangan, obat-obatan dan kosmetik (LP-POM), lembaga ini juga memiliki
lembaga Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas). Badan Arbitrase Syariah
Nasional di Indonesi ini adalah salah satu wujudnya dari arbitrase Islam yang
pertama kali. Tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah Islam ini adalah sebagai
sebuah badan permanen yang di
idindependen dan memiliki fungsi menyelesaikan kemungkinan adanya masalah
muamalat yang muncul di dalam hubungan edangan, industri, keuangan, jasa dan
lain sebagainya dikalangan umat muslim.[9]
4.
LPLH dan SDA MUI
Lembaga Pemeliharaan Lingkungan Hidup dan sumber Daya Alam Majelis Ulama
Indonesia. Yang didirikan pada tanggal 23 septembe 210 oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
Lembaga ini didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran untuk umat
Islam bahwa pelestaraian lingkungan hidup serta manfaat sumberdaya alam yang
baik sangatlah penting. Hal ini dikarnakan agar kekayaan alam yang melimpah ini
tidak digunakan dengan seenaknya dan tidak membiarkan munculnya
kerusakan-kerusakan di bumi.[10]
Misi dari adanya pelembagaan
pemuliaan lingkungan hidup dan sumber daya alam ini adalah untuk mengembalikan
pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam secara Islami
melalui pembinaan umat Islam yang berkualitas tinggi (khaira ummah), dan berakhlak mulia (akhlakul kaimah), sehingga
terciptanya kehidupan kemasyarakatan yang baik, dan memperoleh ridha serta
amounan dari Allah SWT.
C. Visi dan Misi serta Tugas MUI
1.
Visi dari Majelis Ulama Indonesia
Terciptanya
kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik,
memperoleh ridha dan ampunan Allah swt
(baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira
ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin (izzul Islam
wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam ( رØمة للعالمين).[11]
2.
Misi dari Majlis
Ulama Indonesia
a. Menggerakkan
kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama
sebagai panutan (qudwah hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat
Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah
Islamiyah.
b. Melaksanakan
dakwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar
terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan.
c. Mengembangkan
ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat
Islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.[12]
3.
Tugas dan
Fungsi MUI
a.
Mengeluarkan fatwa tentang ekonomi syariah untuk
dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator.
b. Menerbitkan
rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagi lembaga keuangan dan bisnis
syariah.
c. Melakukan
pengawasan aspek syariah atas produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis syariah
melalui Dewan Pengawas Syariah.[13]
4.
Wewenang MUI
dalam Kelembagaannya
a.
Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas
Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan
hukum pihak terkait.
b. Mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
c. Memberikan
rekomendasi dan mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan
Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan dan bisnis syariah.
d. Mengundang
para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan
ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar
negeri.
e. Memberikan
peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari
fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
f. Mengusulkan
kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan
tidak diindahkan.[14]
5.
Fatwa Majelis Ulama
Indonesia
Pada tanggal 28
September 2005 dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang ke-7, Majelis Ulama
Indonesia mengeluarkan fatwanya yaitu:
a.
MUI
mengharamkan pelanggaran hak atas kekayaan intelektual termasuk hak cipta.
b.
MUI
mengharamkan pedukunan dan peramalan termasuk publikasi hal tersebut di media.
c.
MUI menghaamkan
do’a bersama antar agama, kecuali do’a menurut keyakinan atau ajaran agama masing-masing
dan mengimani pemimpin do’a yang beasal dari agama Islam.
d.
MUI
mengharamkan kawin antar beda agama.
e.
MUI
mengharamkan warisan beda agama kecuali dengan wasiat dan hibah.
f.
MUI
mengeluarkan kriteria maslahat atau kebalikan bagi oang-orang banyak.
g.
MUI
mengharamkan pluralisme (pandangan yang menganggap semua agama sama),
sekularisme dan liberalisme.
h.
Fatwa yang
memperbolehkan pencabutan hak ribadi untuk kepentingan umum. Fatwa MUI ini sama
dengan kebijakan pemerintah, asal diberikan ganti rugi yang layak dan tidak
untuk kepentingan komersial.
i.
Mui mengharkan
imam perempuan.
j.
MUI
mengharamkan aliran Ahmadiyah.
k.
MUI
memperbolehkan hukuman mati untuk tidak pidana berat.[15]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan latarbelakang
terbentuknnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) di negara indonesia umat Islam
secara positif menanggapi dengan baik karena umat Islam dan umat-umat yang
lainnyapun sadar akan perlunya hadir/terbentuknya lembaga MUI ini. Begitu juga
dengan fatwa-fatwa yang selama ini telah dimunculkan oleh MUI yang dianggap
sebagian besar umat Islam sangatlah bagus walaupun sebagian kecil yang lainnya
dengan fatwa-fatwa yang telah penulis sebutkan di atas menjadi sebuah
controversial antara MUI dengan golongan umat Islam tertentu. Namun, dengan
adanya perbedaan itulah yang akan menjadikan MUI agar lebih bijak,berhati-hati
dan benar dalam melahirkan fatwa yang lainnyanya.
Diantaranya fatwa yang di
terapkan bukan hanya berlaku untuk satu kelompok akan tetapi, untuk segenap
waga negara indonesia dan khususnya bagi umat Islam. Dalam hal ini, secara
tidak langsung bagi pihak warga indonesia telah merasa ketentraman jiwa
terhadap pemakai-pemakai barang yang memiliki lebel-lebel MUI, sehingga tidak
ada permasalahan yang terjadi dimasyarakat.
Majelis Ulama Indonesia juga mempunyai wewenang atas unjuk kerja dan
tidak bisa sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sebagai mana fatwanya dalam
Memberikan rekomendasi dan mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk
sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan dan bisnis
syariah. Hal ini telah disepakati sebelumnya atas keputusan bersama dai sebuh
lembaga Majlis Ulam Indonesia.
B. Saran-Saran
Dalam
pembahasan makalah ini penulis merasa memang masih jauh dari sebuah kesempurnaan
karena masih banyak kekurangan-kekurangannya dan banyak yang harus diperbaiki.
Karenanya, saran dan masukan-masukan yang bersifat membangun bagi penulis
sangat mengharapkan demi perbaikan makalah ini. semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri. Sesungguhnya hanya
Allah sajalah yang Mahasempurna dalam segalanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi Handrianto, 50
Tokoh Islam Liberal Indonesia, Jakarta, Hujjah Press: 2007.
Huda, dkk. Investasi Pada Pasar
Modal Syariah. Jakarta, Kencana Perdana Media: 2007.
Kansil,
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka: 1983. 43.
Sri Suyanta, Dinamika Peran Ulama
Aceh, Banda Aceh, A-Raniry Press: 2008.
[1] Sri Suyanta,
Dinamika Peran Ulama Aceh, (Banda
Aceh, A-Raniry Press: 2008), hal.10.
[2] Budi
Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal
Indonesia, (Jakarta, Hujjah Press: 2007), hal. 21.
[3] Sri Suyanta,
Dinamika Peran Ulama . . . hal.11.
[4] Sri Suyanta,
Dinamika Peran Ulama . . . hal. 11.
[5] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta,
Balai Pustaka: 1983), hal. 43.
[6] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . hal. 44.
[7]
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . hal. 44
[8] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . hal. 44-45.
[9] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . 45.
[10] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . 45.
[11] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum . . . 46-47.
[12] Huda, dkk. Investasi Pada Pasar
Modal Syariah. (Jakarta: Kencana
Perdana Media Group:2007), hal. 72.
[13] Huda, dkk. Investasi Pada Pasar
Modal . . . hal. 73.
[14] Huda, dkk. Investasi Pada Pasar
Modal . . . hal. 74.
[15] Budi
Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal. .
. hal. 40.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar